kievskiy.org

Kabinet ‘Gemoy’ Prabowo-Gibran Digadang Punya 41 Kementerian, Apa Urgensinya?

Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming saat mendaftar sebagai peserta Pilpres 2024 di KPU.
Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming saat mendaftar sebagai peserta Pilpres 2024 di KPU. /Pikiran Rakyat/Asep Bidin Rosidin

PIKIRAN RAKYAT - Pelantikan Presiden terpilih Prabowo Subianto baru akan digelar pada Oktober 2024. Namun, untuk membantu melaksanakan jalannya pemerintahannya selama lima tahun, para pembantu presiden atau menteri mulai ramai jadi perbincangan. Siapa, dari mana, dan akan menentukan posisi di kementerian mana, sudah jadi bahan tebak-tebakan.

Muncul rekomendasi dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara (APHTN) untuk menambah jumlah kementerian hingga 41 kementerian. Sementara dalam Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sudah diatur tentang kementerian tersebut.

Apakah rencana penambahan kementerian ini memang karena kebutuhan? Ataukah pembentukan kementerian baru itu semata-mata ditujukan untuk posisi dari mereka yang berjasa membantu keterpilihan presiden?

Dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, disebutkan bahwa menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sehingga dengan demikian menteri-menteri itu harus bertanggung jawab kepada Presiden.

Hak presiden tersebut sering kali disebut hak prerogatif. Atau hak istimewa (privilege) yang dimiliki presiden, ketika memilih, mengangkat, dan memberhentikan pembantunya tanpa intervensi pihak lain.

“Kalau ceritanya penambahan kementerian untuk mengisi jabatan bagi pendukung Presiden, namanya political trade off. Ini malah sudah menjadi kelaziman di kabinet kita,” ujar pengamat politik Universitas Padjadjaran Firman Manan ketika dihubungi kontributor Pikiran Rakyat Dewiyatini pada Senin, 6 Mei 2024.

Firman mengingat koalisi akan semakin gemuk setelah KPU mengumumkan penetapan pemenang pemilihan presiden, sehingga secara politik harus diakomodasi oleh presiden terpilih. Koalisi yang semula hanya diisi oleh Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat, jadi makin ‘gemoy’ setelah NasDem dan PKB merapat. Belum lagi ada peluang PKS memberi sinyal merapat, Prabowo perlu mengakomodasi mereka di kabinet.

“Ini makin problematik, karena berdasarkan pengalaman, mereka yang mengisi pos-pos itu orang-orang yang tidak memiliki kompetensi, rekam jejak sesuai bidangnya, dan integritas. Sehingga tidak heran, banyak menteri yang berakhir di balik jeruji,” ucapnya.

Tidak hanya partai politik, kata Firman, banyak kelompok pendukung yang mesti diakomodasi oleh presiden terpilih. Mereka antara lain tim sukses, relawan, hingga kelompok pengusaha. Dengan menjadikan jabatan pembantu presiden sebagai bagi-bagi jatah, maka pemerintahan kembali dengan pendekatan pragmatis.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat