kievskiy.org

Revisi UU MK Diam-diam, Upaya Ganggu Independensi Mahkamah Konstitusi?

Mahkamah Konstitusi (MK).
Mahkamah Konstitusi (MK). /Antara/Hafidz Mubarak A

PIKIRAN RAKYAT - Upaya untuk mengubah Undang-undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) kerap dilakukan sebagai bentuk reaksi atas peristiwa tertentu. Dalam satu dekade saja, hampir empat kali UU MK diubah.

Perubahan yang dilakukan itu pun tidak substansial. Hanya berkutat di masa jabatan hakim MK dan persyaratan usia hakim MK. “Padahal masih banyak hal yang krusial yang bisa dibuatkan perubahan, yang lebih signifikan,” ujar Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Dr. I Dewa Gede Palguna dalam diskusi publik bertajuk “Sembunyi-Sembunyi Revisi UU MK Lagi” pada Kamis, 16 Mei 2024.

Penguatan itu bisa berupa constitutional questions dan constitutional complaints. Palguna mengatakan seharusnya dalam UU MK, tertuang aturan untuk perlindungan kepada warga negara.

“Misalnya ada warga negara menggugat ke pengadilan. Tapi setelah menggugat ia menemukan telah dirugikan dengan sebuah norma sehingga perlu MK untuk menentukan apakah norma itu telah merugikan atau tidak. Jika merugikan, maka perkara tidak perlu dilanjutkan,” katanya sebagaimana dilaporkan kontributor Pikiran Rakyat Dewiyatini.

Akan tetapi yang ada, perubahan malah jauh dari hal-hal krusial. Perubahan yang dilakukan akan memancing ketegangan baru antara supremasi konstitusi dan hukum.

Ketua MK periode 2013-2015, Hamdan Zoelva mengatakan tiga kali perubahan masih membahas masa jabatan dan pengawasan. Keempat juga masih di ranah tersebut. Padahal pembahasan perubahan hukum acara di MK tidak pernah dituntaskan.

“Memang perubahan selalu jadi pintu masuk, rata-rata yang berkaitan dengan rekrutmen, masa jabatan hakim, usia hakim, dan pengawasan yang akan sangat serius mengancam negara hukum,” katanya.

Hamdan mengatakan bukannya pembentuk UU tidak paham, tapi bisa saja memang ada kehendak di balik rumusan perubahan ini, untuk melumpuhkan MK. Atau paling tidak untuk mengganggu independensi MK.

Hamdan mengatakan Indonesia bisa bercermin pada negara-negara lain yang telah melakukan hal serupa untuk melumpuhkan MK. Mulai dari mengubah periodisasi hingga ada lembaga pengusul yang tidak mengirim hakimnya sehingga tidak pernah kuorum.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat