kievskiy.org

Kepala Sekolah Bingung Bayar Gaji Guru Honorer

ILUSTRASI guru honorer.*
ILUSTRASI guru honorer.* /DOK. PR

PIKIRAN RAKYAT - Sampai saat ini masih belum ada kepastian tentang pembayaran upah guru honor yang belum terdaftar dalam Dapodik dan tidak mempunyai NUPTK dari dana Bantuan Opersional Sekolah (BOS). Pihak sekolah masih kebingungan membayar upah guru honor yang tidak masuk dalam ketentuan pembayaran gaji melalui BOS.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia Heru Purnomo mengatakan, sampai saat ini banyak kepala sekolah, utamanya yang berdomisili di Jakarta, masih kebingungan menggaji guru honorer yang tidak tercantum dalam Dapodik dan tidak memiliki NUPTK. Sementara kini sudah memasuki bulan ke 3 tahun 2020.

“Di Jakarta Timur 1 ini banyak pendidik dan tenaga kependidikan yang belum mempunyai NUPTK. Sementara ini harus dibayar melalui BOS, seperti tahun lalu. Nah, ini bulan Maret, mereka sudah kerja 3 bulan. Tentunya harus digaji selama 3 bulan. Kepsek yang ada ini bingung mau menggajinya bagaimana. Sementara ketentuannya seperti itu,” kata dia, Senin 9 Maret 2020.

Baca Juga: Kabar Duka, Ayah Taeyeon Girls Generation Meninggal Dunia Tepat di Hari Ulang Tahun sang Putri

Ia mengatakan, bila seandainya guru honorer yang tidak terdaftar dalam Dapodik per akhir Desember 2019 dan memiliki NUPTK tetap digaji melalui dana BOS, maka itu menyalahi aturan. Hal itu bisa dianggap menyalahi prosedur.

“Menyalahi prosedur artinya menyalahgunakan anggaran BOS,” tutur pria yang juga Kepala Sekolah SMPN 52 Jakarta ini.

Heru menambahkan, sampai saat ini kepsek yang berada di wilayah Jakarta tengah melakukan musyawarah untuk mencari solusi dari kendala dana BOS. Musyawarah itu disebutnya sebagai bentuk kebingungan kepsek mengupah guru honorer yang tidak bisa lagi diambil dari dana BOS. Ia mendorong Dinas Pendidikan untuk bisa mencari solusinya bersama-sama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Baca Juga: Kementerian PUPR Pastikan Empat Venue di Papua Selesai Sesuai Target

Heru menyebutkan, berdasarkan data sementara yang masuk, dari wilayah Jakarta Timur 1 saja, ada sekitar 55 pendidik dan tenaga pendidik honor yang belum memiliki NUPTK.

“Untuk mencari jalan keluar, untuk bisa dibayarkan, kami melakukan permohonan kepada dinas agar difasilitasi untuk membayarkan ini. Berarti nanti dinas akan mengkomunikasikan dengan kementerian,” ujarnya.

Menurutnya, dari segi penyaluran dana BOS yang langsung dari pemerintah pusat ke rekening sekolah sebenarnya efektif. Namun kendala terjadi dari segi belanja jasa. “Jadi, artinya, butuh solusi menbayar guru honor yang tidak punya BUPTK bersumber dari BOS,” tuturnya.

Baca Juga: Pemerintah Dorong Pemberian Intensif untuk Maskapai Penerbangan, PAHAM Indonesia: Kebijakan yang Tidak Tepat

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim menilai kebijakan dana BOS yang baru cenderung menjadi kebijakan yang melahirkan masalah baru. Utamanya dalam hal persyaratan guru honor yang terdaftar dalam Dapodik dan memiliki NUPTK yang bisa digaji dari dana BOS.

“Banyak sekolah di Indonesia ini yang ketika guru non PNS tidak memiliki NUPTK dan tidak terdaftar di Dapodik dikeluarkan, maka mereka akan mengalami kekurangan guru. Artinya kelas-kelas mereka akan mengalami kekosongan,” katanya.

Ia menilai, dihadapkan dengan kondisi ini, kepala sekolah bisa dengan terpaksa akan tetap mempekerjakan guru-guru tidak ber NUPTK dengan mengatasnamakan guru-guru yang ber-NUPTK.

Baca Juga: Pernah Tidur di Ruko Setelah Orang Tuanya Bercerai, Aurel Hermanyah: Ngajak Tinggal sama Mimi Harusnya dari Dulu

“Itupun jika masih terbuka ruang untuk guru-guru NUPTK yang nantinya akan dihitungkan mengajar 40 jam padahal sesungguhnya mereka mengajar hanya mungkin 8 sampai 24 jam bahkan kurang dari itu,” katanya.

Sebelumnya, Deputi Koordinasi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Sartono mengatakan, salah satu tujuan mensyaratkan guru honor yang sudah terdaftar di Dapodik dan memiliki NUPTK dibiayai dari dana BOS adalah supaya tidak menimbulkan gelombang baru guru honor.

“Harus dipastikan tidak menimbulkan moral hazard. Supaya tidak menimbulkan gelombang guru honorer baru,” katanya di Kemenko PMK, Rabu 4 Maret 2020.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat