kievskiy.org

Pakailah Bahasa Ibu di Kelas, Gunakan 3 Model yang Sesuai Kondisi

Kepala Badan Bahasa sebut berdasarkan survei, hampir 50 persen siswa menggunakan Bahasa Ibu dalam kehidupan sehari-hari dan di sekolah.
Kepala Badan Bahasa sebut berdasarkan survei, hampir 50 persen siswa menggunakan Bahasa Ibu dalam kehidupan sehari-hari dan di sekolah. pexels.com/ Katerina Holmes

PIKIRAN RAKYAT - Merdeka Belajar dinilai memberi keleluasaan bagi guru, siswa maupun sekolah untuk menggunakan Bahasa Ibu atau bahasa daerah dalam proses pembelajaran. Hal itu juga dinilai dapat memperkuat ketahanan Bahasa Ibu.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), E. Aminudin Aziz mengatakan, survei yang dilakukan di Kabupaten Nagekeo menemukan bahwa hampir 50 persen siswa menggunakan Bahasa Ibu dalam kehidupan sehari-hari dan di sekolah.

Sementara hanya 6 persen guru yang menggunakan Bahasa Ibu sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran.

Menurutnya, hasil survei tersebut menunjukkan adanya ketimpangan penggunaan Bahasa Ibu dalam aktivitas sehari-hari dan penggunaannya di dalam kelas.

Baca Juga: 10 Syarat Naik Kereta Api Jarak Jauh dan Lokal Terbaru

Ketimpangan ini dikatakannya menunjukkan bahwa guru dan satuan pendidikan masih belum melihat pentingnya pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa, termasuk kebutuhan akan bahasa yang mereka mengerti.

“Padahal saat anak-anak terasing dari Bahasa Ibunya sendiri, ini bisa menghambat perkembangan pembelajaran anak dan berdampak pada rendahnya kemampuan literasi mereka," ujarnya dalam keterangan pers, Kamis 10 Maret 2022.

"Dengan kebijakan Merdeka Belajar, satuan pendidikan terkecil diharapkan dapat berinovasi untuk menjawab tantangan pembelajaran yang dihadapi tanpa harus khawatir karena regulasi tidak melarang hal tersebut,” katanya.

Ia mengatakan, uji coba revitalisasi bahasa daerah berbasis sekolah dan komunitas tutur sudah dilakukan sejak tahun 2021 pada tiga provinsi, yaitu Jawa Barat untuk Bahasa Sunda, Jawa Tengah untuk Bahasa Jawa, dan Sulawesi Selatan untuk Bahasa Jawa, Bugis, dan Toraja.

“Upaya ini mendapatkan respons yang sangat baik bukan hanya dari pegiat pelestarian bahasa daerah, tetapi juga dari pemerintah daerah, Kepala Dinas Pendidikan, sekolah, dan orang tua,” ujarnya.

Baca Juga: PPATK Hentikan Sementara Dugaan Transaksi Investasi Ilegal Rp353,98 Miliar, Ada Pembelian Barang Mewah

Revitalisasi bahasa, ujar dia, dilakukan dengan prinsip dinamis, yakni berorientasi pada pengembangan, bukan sekadar memproteksi bahasa. Kemudian adaptif dengan situasi lingkungan sekolah dan masyarakat tuturnya.

Selain itu, revitalisasi bahasa seharusnya berlangsung melalui proses regenerasi dengan berfokus pada penutur muda di tingkat sekolah dasar dan menengah. Kemudian, keleluasaan berkreasi dalam penggunaan bahasa juga dianggapnya penting.

Aminudin menambahkan, upaya revitalisasi bahasa daerah di tahun 2022 berlanjut dengan menyasar 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi.

Revitalisasi akan dilakukan dengan tiga model yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Ketiga model itu yakni kesatu, Model A dengan karakteristik daya hidup bahasanya masih aman, jumlah penutur masih banyak, masih digunakan sebagai bahasa yang dominan dalam masyarakat tutur. Contoh Bahasa Jawa, Sunda, dan Bali.

Kedua, Model B dengan karakteristik daya hidup bahasa yang tergolong rentan, jumlah penutur relatif banyak, digunakan secara bersaing dengan bahasa-bahasa daerah lain. Contoh bahasa-bahasa di Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat