PIKIRAN RAKYAT - Kemendikbudristek kini tengah menggencarkan Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP).
Terdapat beragam tantangan yang harus dihadapi guru yang mengikuti program tersebut, menyesuaikan paradigma pembelajaran yang baru dengan yang sebelumnya telah tertanam lama, sampai persoalan zona nyaman.
Aris Supriadi merupakan salah satu guru SD Islam Terpadu Hidayah dari Ngawen, Klaten, yang mengikuti PPGP. Ia mengikuti pelatihan dalam program tersebut selama sembilan bulan. Aris merupakan anggota PPGP angkatan ketiga.
Hingga Mei 2022, PPGP telah memasuki angkatan kelima. Sejauh ini, sekitar 5.500 guru telah dinyatakan lulus sebagai guru penggerak.
Baca Juga: Listrik di Terowongan Mina Padam Selama 30 Menit, Ingatkan tentang Tragedi 3 Juli 1990
Aris menuturkan, selama pelatihan, ia kerap diajarkan metode pengajaran yang berorientasi kepada kebutuhan siswa.
“Beberapa materi yang diajarkan adalah metode pembelajaran terdiferensiasi dan sosial emosi,” katanya pada Rabu, 13 Juli 2022.
Metode pembelajaran terdiferensiasi adalah pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak.
Dalam metode ini, siswa diandaikan memiliki tiga kecenderungan dalam menyerap informasi atau pelajaran, yakni siswa bertipe visual, dimana mereka lebih terbiasa menerima pelajaran dengan cara membaca atau melihat.
Kemudian tipe audio yang lebih besar menerima informasi melalui pendengaran. Dan terakhir, tipe motorik, yakni yang lebih bisa mencerna informasi dengan berkegiatan di luar ruangan.