kievskiy.org

Sejarah Ponpes Al Zaytun, dari Gerakan NII KW 9 hingga Koneksi dengan Intelijen Indonesia

Ponpes Al-Zaytun yang berlokasi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Ponpes Al-Zaytun yang berlokasi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. /Dok. al-zaytun.sch.id

PIKIRAN RAKYAT – Pondok Pesantren (ponpes) Al Zaytun yang berlokasi di Indramayu, Jawa Barat, kerap menuai kontroversi di tengah masyarakat. Didirikan Yayasan Pesantren Indonesia yang dipimpin oleh Imam Supriyanto atau Mbah Imam pada 1 Juni 1993, Al Zaytun bahkan diresmikan langsung oleh Presiden Indonesia ke-3 BJ. Habibie pada 1999.

Berstatus sebagai pesantren terbesar di Asia Tenggara dengan luas lahan sekira 1.200 hektar, pesantren Al Zaytun ini memiliki kurang lebih 7.000 santri yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dan negara-negara asing seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Australia, Jepang, Korea Selatan, China, Taiwan, Hong Kong, India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Nepal, Afghanistan, Iran, Irak, Turki, Yaman, dan Arab Saudi.

Sejak diresmikan, Pesantren Al Zaytun menuai sejumlah kontroversi. Influencer dan YouTuber Guru Gembul mengungkap sejumlah kontroversi pesantren tersebut menurut kesaksian keluarga mantan santri Al Zaytun.

Dikisahkan Guru Gembul, seorang santriwati yang mondok di Ponpes Al Zaytun tiba-tiba pulang ke rumahnya dengan kondisi yang ditengarai linglung atau kebingungan.

Baca Juga: Asal-usul Nama Balubur dan Pakemitan di Jawa Barat

“Keluarganya mengira sikap anak ini jadi agak lain, agak berbeda, agak menjauh dan tidak seriang sebelum masuk ke Al Zaytun,” kata Guru Gembul seperti dikutip dari kanal Youtube Guru Gembul.

Menurutnya, keluarga santriwati tersebut masih mentolerir perubahan sikap anaknya karena mengira sedang merasa lelah. Namun, dikisahkan Guru Gembul, sang santriwati tiba-tiba mengkafirkan ibunya sendiri lantaran mencuci baju yang dia bawa pulang.

Dia menjelaskan, sang santriwati mengeklaim bahwa ibunya najis karena belum baiat atau bersumpah setia terhadap negara Islam.

“Diambil lah bajunya yang ada di cucian itu gara-gara si ibunya masih kafir masih najis, karena wilayah muslim itu harus ada di bawah negara yang menjalankan syariat Islam, siapapun yang ada di luar wilayah itu kafir dan najis,” kata Guru Gembul.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat