PIKIRAN RAKYAT – Simak sejarah perpeloncoan yang ternyata sudah terjadi sejak era kolonial Belanda. Ternyata praktik yang rawan terjadi di dunia pendidikan itu juga terjadi di negara-negara dari luar Indonesia.
Sejarah praktik tersebut diungkap peneliti dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Ario Bimo Utomo. Menurutnya, praktik itu sudah menjadi masalah laten dunia pendidikan yang kerap dianggap tradisi.
"Kerap dianggap sebagai tradisi, ia (perpeloncoan) justru terbukti menghambat proses belajar-mengajar," ujar Ario, dilansir dari laman The Conversation.
Arti perpeloncoan dan sejarah perpeloncoan
Baca Juga: 4 Bahaya Perpeloncoan bagi Siswa: Sekolah Tidak Aman, Prestasi Tidak Karuan
Perpeloncoan adalah kegiatan yang harus dilalui untuk mendapat pengakuan keanggotaan dalam suatu komunitas. Kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai perundungan itu dilakukan jangka waktu yang lebih singkat, serta identik dengan masa orientasi peserta didik baru.
Menurut Badan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) dalam data School Violence and Bullying: Global Status Report, sekira 246 juta siswa di seluruh dunia mengalami kekerasan setiap tahunnya. Perundungan adalah yang paling banyak terjadi di dunia pendidikan.
"Namun, yang menjadi masalah adalah perpeloncoan umumnya melibatkan aktivitas yang bersifat mempermalukan, mengintimidasi, bahkan tak jarang membahayakan pesertanya," ujar Ario.
"Perpeloncoan juga kerap dianggap sebagai sebuah “harga” yang harus dibayar seseorang untuk dapat bergabung di komunitas barunya. Ia bertujuan menguji komitmen anggota baru melalui aktivitas-aktivitas yang tak jarang abusif. Anggota yang telah menjalani perpeloncoan dianggap sah menjadi bagian dari komunitas," katanya.
Baca Juga: Intip Perbedaan Ospek di Luar Negeri, Tidak Ada yang Begitu-gituan