kievskiy.org

Merdeka Belajar Berpengaruh ke Penentuan SSBOPT, Banyak Aktivitas Pembelajaran Harus Diakomodir

Ilustrasi mahasiswa.
Ilustrasi mahasiswa. /Antara/Dewi Fajriani

PIKIRAN RAKYAT - Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) berdampak kepada penentuan Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi (SSBOPT) yang menjadi dasar penentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT). MBKM berdampak aktivitas-aktivitas baru yang harus diakomodasi dalam proses pembelajaran dan pada akhirnya menjadi komponen dalam biaya operasional perguruan tinggi.

Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Tjitjik Srie Tjahjandarie, mengatakan, SSBOPT pertama disusun pada tahun 2019 yang kemudian disusul oleh penerbitan Permendikbud No 25 Tahun 2020 tentang SSBOPT. Pada tahun 2023, SSBOPT itu kemudian dikaji ulang dan pada tahun selanjutnya diterbitkan Permendikbud No 2 Tahun 2024, sebagai hasil dari kajian ulang terhadap SSBOPT yang ditetapkan pada tahun 2020.

Dalam proses pengkajian SSBOPT itu, Tjijik mengatakan, terdapat berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim yang dijadikan pertimbangan, utamanya kebijakan MBKM. Menurutnya, MBKM yang telah diterapkan berdampak baik kepada mahasiswa sehingga harus diinternalisasikan kepada sistem perguruan tinggi dan program studi.

Dampak MBKM terhadap mahasiswa yang dinilainya baik itu seperti adanya peningkatan kompetensi mahasiswa yang mengikuti program, kemudian ada peningkatan dalam gaji pertama mahasiswa dibandingkan rata-rata.

"Oleh karena itu, kami melakukan review terhadap SSBOPT dengan melisting aktivitas apa saja yang memang seharusnya wajib diakomodasi dalam proses pembelajaran," katanya dalam konferensi pers, Rabu, 15 Mei 2024.

Menurutnya, MBKM berdampak kepada munculnya aktivitas-aktivitas baru dalam pembelajaran, seperti adanya program magang mahasiswa selama satu semester, lalu program pembelajaran berbasis proyek (project based learning), dan lainnya.

"Kalau tahun 2020 lalu, itu kan aktivitasnya hanya kuliah, praktikum di laboratorium, praktik kuliah lapangan, penelitian skripsi sampai pada kemudian wisuda. Tapi, sekarang tidak bisa lagi seperti itu. Perkuliahan tidak hanya di kelas, tapi harus melakukan metode belajar yang kolaboratif," katanya.

Menurut dia, kalau sebelumnya dalam satu kelas berisi 50 orang hanya butuh 1 dosen. Dengan metode kolaboratif, bisa saja metode FGD dipandu oleh beberapa orang. "Kemudian mereka juga mendatangkan praktisi untuk mengajar, butuh pakar untuk kemudian mengajar di prodi atau harus project based," tuturnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat