kievskiy.org

Katanya Indonesia Emas 2045 tapi Kuliah Masih 'Disepelekan': untuk Persaingan Global, Lulus SMA Saja Tak Cukup

Ilustrasi Indonesia emas 2045.
Ilustrasi Indonesia emas 2045. /Pixabay/mufidwt Pixabay/mufidwt

PIKIRAN RAKYAT - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mempertanyakan soal target pemerintah pada 2045 untuk memiliki SDM berkualitas emas. Menurutnya, dalam rangka menuju bangsa yang cerdas dan berdaya saing global, tentu pendidikan hingga SMA/SMK saja tidak cukup.

Akan tetapi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) malah menyebut pendidikan di Perguruan Tinggi tidak wajib. Hal itu disebut sebagai pendidikan tersier.

Ubaid Matraji pun menekankan bahwa anak-anak Indonesia harus bisa mendapatkan layanan pendidikan tinggi perguruan tinggi demi mewujudkan Indonesia Emas 2045. Oleh karena itu, peran dan keberpihakan pemerintah sangat penting.

Dia pun mengkritik pernyataan bahwa dana pendiikan lebih fokus pada Wajib Belajar 12 Tahun sebagai kebutuhan primer. Namun, ternyata juga tidak dibiaya sepenuhnya oleh pemenrintah.

Buktinya, jumlah anak tidak sekolah (ATS) berdasarkan data BPS 2023, masih ditemukan di tiap jenjang. Yakni jenjang SD (0,67 persen), SMP (6,93 persen), dan SMA/SMK (21,61 persen) atau jumlahnya mencapai 3 juta lebih.

"Artinya tidak ada kemampuan dari ATS ini untuk membayar biaya sekolah. Sekolah di Indonesia hari masih berbayar, dan pendidikan bebas biaya seperti diamanahkan oleh UUD 1945 (Pasal 31) dan UU Sisdiknas (Pasal 34), masih sebatas retorika,” tutur Ubaid Matraji.

Kemendikbudristek Lukai Mimpi Anak Bangsa

Kemendikbudristek banjir kritikan usai menyebut kuliah merupakan pilihan, bukan wajib belajar. Pernyataan mereka yang mengatakan bahwa kuliah merupakan pendidikan tersier dinilai melukai mimpi anak bangsa yang sedang berjuang.

Apalagi, pada saat ini banyak anak bangsa yang sedang berjuang memperotes kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di berbagai kampus.

"Meletakkan pendidikan tinggi sebagai hal tersier adalah salah besar. Jika PT dianggap pendidikan tersier, negara bisa dianggap lepas tangan soal pembiayaannya," kata Ubaid Matraji.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat