kievskiy.org

Pengamat Transportasi ITB: Bandung Bakal Kolaps Jika Masalah Transportasi Tak Dibenahi

Perempatan Jalan Soekarno Hatta-Ibrahim Adjie atau Samsat, Kota Bandung.
Perempatan Jalan Soekarno Hatta-Ibrahim Adjie atau Samsat, Kota Bandung. /ANTARA

PIKIRAN RAKYAT – Pengamat Transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Sulaksono menyebut akan ada masalah serius jika masalah transportasi di Kota Bandung tidak segera dibenahi. Dia menyatakan Ibu Kota Jawa Barat itu berpotensi kolaps jika tidak ada gerakan masif untuk membenahi masalah transportasi yang menimbulkan kemacetan.

Berdasarkan catatan Dinas Perhubungan Kota Bandung, ada 2,2 juta kendaraan di Bandung, sedangkan jumlah populasinya sebanyak 2,3 juta jiwa. Artinya, jumlah kendaraan tersebut nyaris satu banding satu dengan jumlah penduduk di Kota Bandung.

Oleh karena itu, Sony mendorong agar pemerintah Kota Bandung melakukan gerakan yang sangat masif untuk bisa membuat masyarakat beralih ke transportasi publik. Pasalnya, kata dia, pemerintah cukup sulit melakukan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi di Bandung.

Baca Juga: Cegah Kemacetan di Lampu Merah Kiaracondong, Dishub Bandung Intervensi Waktu: Kami Bisa Berikan Prioritas

"Kan sekarang masyarakat ada yang punya mobil atau motor lebih dari satu. Enggak mungkin Dishub Bandung melarang orang beli mobil, naik mobil, menaikkan pajak juga enggak boleh," ucap Sony di Bandung, Senin, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.

Dia pun mengamini bahwa fakta dari Dishub Kota Bandung yang membeberkan data jumlah kendaraan nyaris satu banding satu tersebut menjadi faktor terjadinya kemacetan. Jika hal itu dibiarkan, maka menurutnya jumlah kendaraan pun bisa melebihi dari jumlah penduduk.

"Bahkan mungkin bisa lebih, bisa satu banding satu, atau bahkan 1,5 banding satu," ujarnya.

Baca Juga: Alasan 9 Siswa SMKN 1 Cisarua Sempat Tersesat di Lembah Bukit Tengkorak Bandung

Memang, dalam kenyataannya, saat ini di Kota Bandung sudah banyak transportasi umum yang bisa diakses masyarakat, seperti angkutan kota, bus, hingga ojek dan taksi online. Namun, penggunaannya belum optimal.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat