kievskiy.org

PPN Sembako dan Pendidikan Dinilai Tidak Tepat, Legislator: Masyarakat Masih Dihadapkan Kesulitan Ekonomi

Ilustrasi sembako
Ilustrasi sembako /Pikiran Rakyat/Amir Faisol

PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah berencana menjadikan sembako serta biaya pendidikan sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Anggota Komisi XI DPR Fauzi H Amro menilai bahwa kebijakan tersebut sangat kontraproduktif dengan program pemerintah dalam mengupayakan pemulihan ekonomi di masa pandemi.

“Kebijakan ini sangat tidak tepat dilaksanakan saat ini. Mengingat masyarakat masih diperhadapkan pada kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Daya beli masyarakat saat ini belum pulih,” katanya.

Fauzi H Amro menuturkan bahwa pengenaan PPN terhadap sembako berimbas pada besaran harga komoditas tersebut yang berpotensi menekan daya beli masyarakat.

Baca Juga: Kisruh PPN Sembako, Kemenkeu Buka Suara: Barang di Pasar Tradisional Tidak Kena Pajak

“Nah, kalau sembako dikenai pajak, otomatis harga barang-barang di tingkat konsumen akan ikut naik, sehingga daya beli kembali tertekan. Padahal, daya beli ini dibutuhkan untuk pulih dari pandemi Covid-19,” tutur Anggota Komisi XI DPR Fauzi H Amro, yang dikutip Pikiran-Rakyat.com dari DPR RI, Selasa, 15 Juni 2021.

Ia menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah seharusnya hadir untuk meringankan beban bukan menyusahkan rakyat.

Sembako merupakan komoditas yang penting bagi masyarakat, demikian halnya pendidikan sebagai hak asasi yang dijamin Undang-Undang yang tidak boleh diliberalisasi, diserahkan pada mekanisme pasar.

Anggota Komisi XI DPR Fauzi H Amro mengatakan bahwa Negara mestinya hadir dalam pelayanan pendidikan dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang terjangkau.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat