PIKIRAN RAKYAT - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga konsumen tahun 2019 mencapai inflasi 2,72 %. Angka inflasi ini merupakan yang terendah dalam 10 tahun terakhir.
Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan bahwa rendahnya angka inflasi 2019 tersebut dipengaruhi administred price atau harga diatur pemerintah yang rendah yaitu 0,51 persen dengan andil 0,1%. Angka tersebut lebih rendah dari administred price 2018 yang mencapai 3,36 % dengan andil 0,66%.
Itu artinya pada tahun 2019, pemerintah minim mengeluarkan kebijakan yang bisa mempengaruhi gejolak inflasi. Hal itu berbeda dengan tahun 2018 di mana pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak. Selain itu pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang mendorong kenaikan harga tiket pesawat meroket di akhir 2018.
"Kebijakan kenaikan harga BBM dan tarif angkutan udara yang bergerak liar itulah yang menyebabkan administred price tinggi," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Kamis 2 Januari 2020.
Baca Juga: Raup Rp 2 Juta per Hari Tiap Panen Lobster, Nelayan Kebumen: Ekspor Benih Lobster Kebijakan Mengacau
Sementara komponen harga bergejolak di tahun 2019 mencapai 4,3% dengan andil 0,77 %. Angka itu lebih rendah dari tahun lalu dengan angka bergejolak 3,39 % atau dengan andil 0,6 %.
Meskipun demikian, Suhariyanto mengatakan, jenis bahan makanan yang bergejolak di 2019, tidak memiliki pengaruh signifikan pada inflasi. "Kalau 2019, bahan makanan yang bergejolak adalah cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah yang sebenarnya andilnya kecil pada inflasi. Sementara pada 2018, harga yang bergejolak adalah beras sehingga berdampak signifikan pada inflasi," kata dia.
Berdasarkan data BPS, komoditas yang memberikan sumbangan paling tinggi pada inflasi adalah emas perhiasan, cabai merah, dan tarif sewa rumah. "Emas ini sebenarna tidak masuk sepuluh besar di 2018," kata Suhariyanto.***