PIKIRAN RAKYAT - Kenaikan tarif ojek online (ojol) dinilai ekonom cukup tinggi dan berpotensi mengerek inflasi di Indonesia semakin meningkat.
Pasalnya, hanya tarif ojol di Jabodetabek yang naik, namun biaya jasa di ketiga zona meningkat sekitar 30-40 persen apabila dibandingkan dengan aturan yang sebelumnya.
Pada aturan yang baru, perusahaan aplikasi diminta untuk menyesuaikan besaran biaya tarif per kilometer di Jabodetabek mencapai Rp2.600-Rp2.700 dari yang sebelumnya Rp2.250-Rp2.650.
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan tarif ojol seharusnya dilakukan secara moderat.
Peter menilai kenaikan 30 persen cukup tinggi, dari angka wajar yang menurutnya maksimal 10 persen.
Kenaikan tarif yang dinilai mendekati tarif taksi tersebut dikhawatirkan akan menurunkan minat masyarakat untuk menggunakan ojol.
Peminat yang menurun akan menyebabkan pendapatan mitra ojek online juga menurun. Hal ini kontradiksi dengan tujuan dari kenaikan tarif yang digadangkan untuk meningkatkan kesejahteraan mitra.
Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Nailul Huda, mengatakan kenaikan tarif ojol dikhawatirkan akan mendorong pengguna ojol berpindah ke moda transportasi lain, atau bahkan menggunakan kendaraan pribadi yang berpotensi meningkatkan kemacetan.