/photo/2024/04/20/1074425641.jpeg)
PIKIRAN RAKYAT – Kain lurik yang menjadi kain khas masyarakat Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta ternyata memiliki segudang filosofi. Adapun lurik berasal dari kata bahasa Jawa lorek yang artinya adalah garis.
Garis runtut pada kain lurik melambangkan harapan, nasihat, dan kekuatan spiritual para pembuatnya. Maka jangan kaget saat melihat kain lurik yang dibuat dari alat tenun bukan mesin (ATBM), akan terlihat sangat magis dan hidup.
Di setiap jengkal kain lurik merupakan hasil tenun dari tangan-tangan pengrajin yang sudah terbukti karyanya selama puluhan tahun. Bahkan para pengrajinnya mayoritas adalah lansia atau ibu rumah tangga (IRT) yang mendedikasikan waktunya untuk membuat kain lurik.
Saat ini tren kain lurik memang sangat meningkat. Jika kain lurik dulunya digunakan abdi dalem keraton, kini masyarakat dari berbagai kasta bisa memadupadankan pakaian motif lurik yang dimiliki.
Baca Juga: Nurul Tempa Mental saat Jadi Pengusaha Rambak, Ketuk Hati Pedagang dari Pasar ke Pasar
Jika bicara lurik, maka Klaten tak boleh dilewatkan. Klaten masih jadi sentra pengrajin lurik ATBM yang dilirik masyarakat.
Terdapat tiga daerah dengan pengrajin lurik ATBM terbanyak di Klaten. Adapun daerah tersebut adalah Pedan, Cawas, dan Bayat, yang bisa dengan mudah ditemui penenun lurik.
Bahkan penenun kain lurik di Klaten yang notabene IRT dan lansia, bisa menyokong perekonomian keluarga. Hal ini pula yang menjadikan kain lurik Klaten bukan sekadar warisan budaya, tapi juga penyokong kehidupan masyarakat.
Sukinah dan Suratmi, ibu dan anak pengepul kain lurik di Desa Tlingsing, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, sudah menjalankan UMKM kain lurik tersebut selama lebih dari satu dekade. Sukinah, sang ibu, terlebih dulu menjadi pengepul kain lurik.