kievskiy.org

Bahaya Tekanan Panas, Turunkan Jam Kerja hingga Mengganggu Kesehatan

Ilustrasi cuaca panas.
Ilustrasi cuaca panas. /Pixabay/geralt

PIKIRAN RAKYAT - Sekira 2,2 persen dari total jam kerja akan hilang karena tekanan panas global pada 2030. Pekerja di pertambangan, konstruksi, manufaktur, dan pertanian di Indonesia pun rentan terhadap bahaya panas yang berasal dari matahari maupun akibat tingginya aktivitas metabolik.

Hal tersebut mengemuka dalam pidato Prof. Doni Hikmat Ramdhan, SKM, MKKK, Ph.D saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Universitas Indonesia (UI), pagi tadi di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Kampus UI, Kota Depok, Rabu, 4 Oktober 2023. Pada pengukuhan itu, ia menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Perubahan Iklim dan Tekanan Panas di Tempat Kerja: Dampak dan Pencegahannya.”

Prof. Doni mengacu International Labor Organization (ILO) terkait hilangnya jam kerja akibat panas itu. Tekanan panas/heat stress terjadi saat pajanan panas yang diterima melebihi apa yang dapat ditoleransi oleh tubuh tanpa mengalami gangguan fisiologis.

Di negara beriklim tropis, termasuk Indonesia, banyak pekerja yang terpajan panas. Pekerja di pertambangan, konstruksi, manufaktur, dan pertanian rentan terhadap bahaya panas, baik yang berasal dari matahari maupun akibat tingginya aktivitas metabolik. Tekanan panas yang diterima individu merupakan akibat dari kombinasi panas metabolik akibat aktivitas fisik, panas dari lingkungan kerja, dan panas tubuh yang tersimpan akibat pakaian yang dikenakan.

Baca Juga: Cuaca Panas Selimuti Indonesia Belakangan Ini, BMKG Beri Penjelasan

Menurutnya, efek kesehatan akibat pajanan panas dapat berupa gangguan fungsi organ dan heat related illness atau gangguan terkait panas. Efek kesehatan tersebut dibedakan menjadi dua, yakni efek akut dan efek kronis. Efek akut akibat suhu tubuh di atas temperatur normal (36,8–37,2 derajat Celsius) dan dehidrasi berbentuk gangguan seperti kram, kelelahan, pingsan dan stroke. Sementara itu, efek kesehatan kronik dapat muncul dalam bentuk penyakit ginjal kronik, penyakit kardiovaskuler, dan hipertensi.

Untuk mengendalikan dan mengurangi tekanan panas, upaya modifikasi dapat dilakukan, antara lain pada produksi panas metabolik, pertukaran panas tubuh dengan konveksi, pertukaran panas tubuh dengan radiasi, dan pertukaran panas tubuh dengan pengendalian evaporasi. Modifikasi faktor-faktor ini dapat dilakukan melalui pengendalian secara engineering, administratif, dan Alat Pelindung Diri (APD).

Pengendalian engineering adalah metode paling efektif untuk pengendalian bahaya panas di tempat kerja. Pengendalian dapat dilakukan dengan membatasi atau mengurangi aktivitas pekerja melalui sistem kerja otomatis; menutup permukaan yang panas untuk mengurangi perpindahan panas melalui radiasi; meningkatkan sistem ventilasi udara untuk perputaran panas di ruangan; menyediakan kipas angin untuk mendinginkan tempat kerja; serta mengurangi kelembapan dengan menggunakan AC atau alat penurun kelembapan.

Baca Juga: Alasan Suhu Udara Bandung dan Sekitarnya Terasa Lebih Panas Akhir-akhir Ini

“Metode lain untuk menghindari bahaya panas adalah dengan aklimatisasi pada pekerja yang terpajan panas sekitar 7 hingga 14 hari. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperpendek durasi pekerja terpajan panas dan memberi minuman kepada pekerja setiap 15–20 menit. Para pekerja juga dianjurkan menggunakan APD berupa pakaian pendingin, seperti water-cooled garments atau air-cooled garments yang memiliki sistem sirkulasi udara, cooling vest (rompi pendingin) dan wetted over garments atau pakaian berbahan dasar katun yang dibasahi,” ujarnya dalam keterangan tertulis Humas UI.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat