kievskiy.org

Ingin Redam Tekanan AS, China Sahkan Undang-Undang untuk Lawan Sanksi Asing

Ilustrasi bendera China dan Amerika Serikat. China sahkan undang-undang baru untuk melawan sanksi asing.
Ilustrasi bendera China dan Amerika Serikat. China sahkan undang-undang baru untuk melawan sanksi asing. /Dok. Anadolu Agency Dok. Anadolu Agency


PIKIRAN RAKYAT - China telah mengesahkan undang-undang (UU) baru untuk melawan sanksi asing. UU itu disahkan karena berusaha untuk meredam tekanan Amerika Serikat dan Uni Eropa atas perdagangan, teknologi, masalah Hong Kong dan Xinjiang.

Legislatif tinggi China, Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional (NPC) mengesahkan undang-undang baru itu pada Kamis, 10 Juni 2021, menurut siaran televisi pemerintah CCTV. Namun rincian isinya belum dirilis, dikutip dari Reuters.

Menurut para ahli, undang-undang baru ini adalah alat hukum terbaru dan paling luas di China untuk membalas sanksi asing serta dimaksudkan untuk memberi tindakan pembalasan China lebih banyak legitimasi dan prediktabilitas.

Baca Juga: Utang PLN Saingi Garuda Indonesia, Fadli Zon Soroti Periode Rezim

Pada November 2020 lalu, Presiden China, Xi Jinping menyerukan agar Partai Komunis yang berkuasa menggunakan cara-cara hukum untuk mempertahankan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan China dari pihak asing.

NPC mengatakan dalam laporan kerja tahunannya pada bulan Maret, bahwa pihaknya ingin 'memperbarui kotak peralatan hukum' untuk mengatasi risiko dari sanksi dan campur tangan asing.

Amerika Serikat dan sekutunya semakin memberikan sanksi kepada pejabat China untuk mengungkapkan keprihatinan tentang bagaimana China memperlakukan minoritas Muslim Uyghur di Xinjiang dan kegiatan pro-demokrasi di Hong Kong.

Tindakan AS itu memicu sanksi balasan oleh China terhadap politisi dan pejabat AS dan Uni Eropa.

Baca Juga: Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly Berduka, Sang Istri Meninggal Dunia di RS Medistra Jakarta

Washington juga mengincar perusahaan China seperti Huawei dan ZTE karena melanggar sanksi AS terhadap Iran atau Korea Utara. Tindakan ini disebut China sebagai "yurisdiksi lengan panjang".

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat