kievskiy.org

Bantuan Lambat Cair Saat Karantina, Perempuan di Thailand Minum Racun Tikus

Ilustrasi COVID-19
Ilustrasi COVID-19 /Pixabay Pixabay

PIKIRAN RAKYAT - Seorang perempuan meminum racun tikus, di luar Kementerian Keuangan Thailand, Senin, 27 April 2020.

Dilaporkan Reuters, perempuan itu meminum racun sebagai protes proses panjang pendaftaran yang dia ajukan sebulan yang lalu.

Sang perempuan menuduh pemerintah mengabaikan permohonannya.

Baca Juga: Kartu Prakerja Tak Urgen, Ekonom Unpad Menilai BLT Bantuan Modal Lebih Efektif

Tindakan itu dilakukan untuk memprotes pemberian bantuan yang lambat selama karantina wilayah atau "lockdown" virus corona.

Bantuan sosial dijanjikan Pemerintah Thailand cair, Selasa, 28 April 2020, namun belum direalisasi bagi jutaan warga Thailand .
Thailand mengumumkan bulan lalu bahwa pemerintah akan memberikan 15.000 baht atau Rp 7.170.00 kepada mereka yang pekerjaannya telah terkena dampak wabah virus corona dan tindakan pencegahan.

Program itu akan juga menjangkau dampak dari perintah penutupan mal dan kegiatan bisnis lain sebulan lalu.

Baca Juga: Ilmuwan Prediksi Pandemi Ganas akan Sering Muncul jika Eksploitasi Alam Tak Berhenti

Total bantuan, senilai $ 7,4 miliar, dinilai tidak cukup cepat disalurkan pada banyak warga Thailand, yang kesulitan kehidupan sehari-harinya diperburuk dengan berkurangnya pendapatan dengan tiba-tiba ketika kegiatan ekonomi domestik terhenti.

Dia sedang dalam pemulihan di rumah sakit dan akan menerima pembayaran pada Rabu, 29 April 2020, kata seorang juru bicara kementerian keuangan pada Selasa.

Attachak Sattayanurak, seorang dosen di Universitas Chiang Mai yang penelitian akademisnya tentang kaum miskin kota telah membawanya bertemu dengan banyak warga Thailand yang mendaftar program bantuan itu, mengatakan bahwa kasus perempuan yang mengonsumsi racun itu merupakan simbol dari masalah yang jauh lebih besar.

"Upaya bunuh diri publik mencerminkan keputusasaan absolut dari satu orang biasa yang mencoba mengirim pesan bahwa pemerintah tidak melindungi rakyat kecil," katanya.

Baca Juga: 5 Cara untuk Menjaga Kesehatan Mental agar Merasa Bahagia

Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi pada Selasa bahwa ia sangat menyadari perjuangan yang dihadapi warga, terutama mereka yang berpenghasilan rendah.

"Kami melindungi seluruh warga dari semua sektor, baik petani, pekerja lepas, pekerja formal atau informal," katanya.

Kelompok-kelompok bisnis memperkirakan bahwa 10 juta orang, atau 26% dari tenaga kerja negara itu, akan kehilangan pekerjaan jika wabah itu berlangsung beberapa bulan, terutama karena pembatasan pada sejumlah sektor, termasuk ritel dan konstruksi.

Baca Juga: Relasi Memanas saat Corona, Media Tiongkok Sebut Australia 'Permen Karet' yang Mengganggu

Secara keseluruhan, 24 juta orang mengajukan permohonan bantuan kemanusiaan dan hingga pekan ini, 7,5 juta telah menerima pembayaran pertama dari tiga bulanan 5.000 baht atau setara Rp.2.390.000, kata Menteri Keuangan Uttama Savanayana.

Sebanyak 16 juta pendaftar dinilai memenuhi kriteria, tetapi hanya 10,6 juta dari mereka yang telah disetujui, sisanya masih dievaluasi, kata menteri.

Pemerintah pada Selasa menambah jumlah maksimum pekerja yang dapat memperoleh bantuan hingga 16 juta dari 14 juta dan juga menjanjikan bantuan untuk 10 juta petani secara terpisah.

Thailand telah menjanjikan langkah-langkah senilai setidaknya 2,4 triliun baht atau $ 74,05 miliar, yang setara dengan lebih dari 14% dari PDB negara itu, untuk membantu individu dan bisnis yang terkena dampak pandemi.

Baca Juga: Imbas Pandemi Covid-19, 85% Lembaga Kursus dan Pelatihan Kesulitan Keuangan

Attachak mengatakan Thailand harus bertindak cepat.

"Wabah COVID-19 telah membuat ketimpangan di Thailand lebih mencolok ... Mereka yang membutuhkan harus dibantu secara menyeluruh dan segera," katanya.

Para ekonom memperkirakan tahun depan suram dengan kontraksi terburuk sejak krisis keuangan Asia 1997/1998 karena penurunan ekspor dan dampak berkepanjangan pada pariwisata, mesin pertumbuhan untuk ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara itu.

"Semua ini akan semakin diperburuk oleh tindakan karantina wilayah yang mengganggu kegiatan ekonomi domestik," kata ekonom Nomura Charnon Boonnuch.

Thailand sejauh ini melaporkan 2.938 kasus COVID-19 dan 54 kematian.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat