PIKIRAN RAKYAT - Badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat, Food and Drug Administration (FDA) baru-baru ini menyetujui Remdesivir sebagai obat darurat untuk memulihkan pasien COVID-19.
Seperti dikabarkan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya, persetujuan itu sesuai dengan hasil percobaan yang dilakukan Pemerintah Federal AS.
Namun, ternyata obat juga memiliki efek samping yang tak kalah mencengangkan.
Baca Juga: Kabar Baik, Honda Berikan Servis Gratis untuk Tenaga Medis Indonesia
Obat ini sebenarnya pertama kali dikembangkan oleh Gilead Science untuk mengatasi infeksi virus Ebola.
Wabah Ebola yang sempat merebak beberapa tahun silam mendorong perusahaan farmasi AS untuk membuat obat Remdesivir sejak tahun 2015.
Awalnya, penelitian terhadap primata di Republik Demokratik Kongo menunjukkan hasil yang baik dan berpotensi menjadi obat yang tepat.
Baca Juga: VIDEO: Gelandang Persib Diusap-usap Pedangdut Ghea Youbi, Zola: Sudah Dapat Restu
Sayang, ternyata Remdesivir gagal menjadi pengobatan yang efektif bagi pasien Ebola.