PIKIRAN RAKYAT - Usai cuitan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dilabeli 'cek fakta' oleh Twitter, Trump mengancam akan mengatur dengan ketat atau menutup perusahaan media sosial karena dianggap bias sebagai antikonservatif.
Namun, para pakar ahli hukum menyebut langkah Trump tersebut tidak memiliki otoritas hukum untuk melakukan ancaman.
Pakar ahli hukum juga mengatakan AS bukan seperti Tiongkok, dan menuding Trump ingin mengubahnya seperti yang terjadi di Tiongkok.
Baca Juga: Ingin Buka Pariwisata secara Bertahap saat New Normal, Jokowi: Tidak Usah Tergesa-gesa
Trump murka setelah mendapat label tautan 'cek fakta' dari Twitter. Dia menuduh platform media sosial ikut campur dalam Pemilihan Presiden 2020 dan tidak membiarkan Twitter menahan kebebasan berbicaranya.
"Partai Republik merasa bahwa platform media sosial benar-benar membungkam suara-suara konservatif," tulis Trump di Twitter.
"Kami akan sangat mengatur, atau menutupnya, sebelum kami membiarkan hal ini terjadi," tambahnya.
Baca Juga: PMI Jawa Barat Berikan Ratusan Masker kepada Wartawan Sukabumi
Republicans feel that Social Media Platforms totally silence conservatives voices. We will strongly regulate, or close them down, before we can ever allow this to happen. We saw what they attempted to do, and failed, in 2016. We can’t let a more sophisticated version of that....— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) May 27, 2020
Baca Juga: 7 Pedagang Reaktif Covid-19, Rapid Test Massal Dilakukan di Empat Pasar Besar