PIKIRAN RAKYAT – Kisruh antara Turki dan Swedia memanas setelah adanya unjuk rasa pembakaran Al-Qur’an yang dipimpin politikus sayap kanan Denmark, di kedutaan besar Turki, di Stockholm. Aksi pembakaran kitab suci itu diikuti demonstrasi terpisah oleh aktivis Kurdi.
Sebelumnya, keanggotaan NATO bagi Swedia tertahan restu Turki. Ankara masih enggan mengizinkan negara tetangga Rusia itu untuk berlindung di bawah tameng NATO.
Namun hal itu tampak semakin mustahil, setelah Rasmus Paludan, pemimpin partai politik sayap kanan Denmark Garis Keras, mengerahkan massa untuk berbondong-bondong membakar Al-Qur’an.
Rencana 2022 demi Kebebasan Berekspresi
Paludan telah merencanakan serta mengumumkan rencana pembakaran Al-Qur’an sejak jauh-jauh hari, tepatnya April tahun 2022.
Dia menyebut rancangan aksi ini degan istilah "tur" pembakaran Al-Qur’an selama bulan suci Ramadhan. Pengumumannya sempat memicu kerusuhan di seluruh Swedia.
Pun begitu saat melancarkan aksi pertamanya tahun ini. Dikelilingi polisi, Paludan membakar kitab suci dengan korek api sambil mencaci selama satu jam.
Melalui kata-katanya, ia secara sadar menyerang Islam dan imigrasi di Swedia. Sekitar 100 orang berkumpul di dekatnya untuk demonstrasi tandingan yang damai.
“Jika Anda berpikir kebebasan berekspresi itu tidak diperlukan, Anda harus tinggal di tempat lain,” kata Paludan, mengatasnamakan aksinya sebagai kebebasan berpendapat.