kievskiy.org

Menurunnya Populasi Ikan Berimbas ke Serangan Bajak Laut, Krisis Iklim jadi Biang Keroknya

Ilustrasi ikan.
Ilustrasi ikan. /Freepik/LuqueStock

PIKIRAN RAKYAT – Menurut pengamatan yang dilakukan di dua titik rawan serangan bajak laut, krisis iklim telah menyebabkan berkurangnya populasi ikan dan meningkatkan serangan perompak dalam dua dekade terakhir. Studi ini pertama kali diterbitkan lewat jurnal American Meteorological Society, Weather, Climate, and Society (WCAS).

Menurut studi tersebut, meningkatnya suhu lautan berdampak negatif pada perikanan di Afrika timur, salah satu lokasi perompakan terburuk di dunia. Sementara di Laut China Selatan yang merupakan titik rawan serangan lainnya, suhu laut yang hangat justru membuat populasi ikan bertambah.

Gary LaFree, seorang profesor kriminologi dan peradilan pidana di Universitas Maryland yang juga menulis makalah tersebut, fenomena ini telah menciptakan eksperimen alami yang langka guna menguji hubungan antara kerusakan iklim dan resiko serangan bajak laut.

Baca Juga: Krisis Iklim Indonesia Disebut Makin Gawat, Greenpeace Minta Adaro Jangan Cari Cuan

“Kami ingin menguji hipotesis, apakah pembajakan meningkat saat produksi ikan rendah dan menurun saat produksi ikan tinggi. Kami melakukan analisis multi-variasi untuk melihat apakah teori yang mendasarinya signifikan secara statistik dan ternyata memang benar,” kata LaFree memaparkan temuannya.

Studi ini sudah mengamati lebih dari 2.000 serangan bajak laut di Afrika timur dan Laut China Selatan selama 20 tahun terakhir. Peneliti menemukan tren pembajakan terkait dengan dampak suhu laut yang hangat terhadap persediaan ikan.

Di Afrika timur, populasi ikan menurun karena suhu air laut menjadi lebih hangat. Imbasnya tingkat pembajakan pun meningkat. Tapi di Laut China Selatan, suhu yang hangat justru membuat populasi ikan bertambah dan tingkat pembajakan menurun.

Baca Juga: Bukan Konflik China-AS atau Nuklir Korea Utara, Fiji Sebut Krisis Iklim Ancaman Terbesar bagi Asia Pasifik

“Dalam jangka waktu kira-kira 20 tahun, kami menemukan perbedaan yang signifikan secara statistik dan dapat diukur. Saya terkejut betapa cepatnya perubahan itu terjadi, terutama mengingat perubahan iklim yang kemungkinan besar akan makin cepat di masa depan,” ujar LeFree dilansir dari The Guardian.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat