kievskiy.org

Lebanon di Ambang Krisis, Gagal Pilih Presiden untuk ke-12 Kalinya

Demonstran mengibarkan bendera Lebanon saat melakukan protes di daerah pelabuhan Beirut, Lebanon pada 11 Agustus 2020.
Demonstran mengibarkan bendera Lebanon saat melakukan protes di daerah pelabuhan Beirut, Lebanon pada 11 Agustus 2020. /Reuters/Goran Tomasevic

PIKIRAN RAKYAT - Parlemen Lebanon untuk kali ke-12 gagal memilih presiden, sehingga negara Timur Tengah ini terperosok ke dalam jurang krisis setelah masa jabatan mantan Presiden Michel Aoun berakhir pada Oktober 2022.

Dalam pemilihan presiden Lebanon, terdapat dua rival utama, yaitu Jihad Azour, mantan menteri keuangan dan pejabat senior Dana Moneter Internasional (IMF), serta Sleiman Frangieh, pemimpin Partai Marada.

Aliansi Hizbullah memutuskan untuk keluar dari parlemen sebanyak 12 kali sebelum pemilihan presiden baru Lebanon dilakukan.

Perpecahan antara aliansi Hizbullah dan koalisi Kristen menjadi penyebab kegagalan kesepakatan dalam pemilihan presiden Lebanon.

Baca Juga: Jokowi Cek Tugas Sandiaga Uno di PPP, Senyum Presiden Sambut 'Warna' Baru Menparekraf

Berdasarkan sistem pembagian kekuasaan di negara tersebut, jabatan presiden secara tradisional diperuntukkan bagi Kristen Maronit.

Partai-partai Kristen di parlemen Lebanon memberikan dukungan mereka kepada Jihad Azour sebagai calon presiden, sementara kandidat Sleiman Frangieh didukung oleh faksi Hizbullah.

Dalam laporan yang sama, disebutkan bahwa Hizbullah menegaskan penolakannya terhadap calon dari oposisi (Jihad Azour), menggambarkannya sebagai calon yang konfrontatif.

Untuk memilih presiden baru dalam putaran pertama pemilihan, Parlemen Lebanon memerlukan dukungan dari 86 anggota parlemen, atau dua pertiga dari total anggota parlemen sebanyak 128.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat