PIKIRAN RAKYAT - Kisah pilu mesti dihadapi para dokter di Gaza, Palestina. Mereka bercerita, terpaksa mengoperasi pasien tanpa anestesia lantaran kurangnya persediaan obat penghilang rasa sakit.
Dokter terpaksa membiarkan pasien meringis kesakitan selama berjam-jam. Buruknya kondisi pelayanan kesehatan di Gaza juga disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
WHO bahkan bilang, kondisi tersebut tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Per Ahad, 18 Februari 2024, sebanyak 23 rumah sakit di Gaza sama sekali tak berfungsi. Lalu, 12 lainnya cuma berfungsi sebagian, dan satunya lagi cuma berfungsi seadanya.
Selain WHO, dinas kesehatan setempat juga bilang bahwa sistem yang sudah kekurangan sumber daya semakin bobrok karena serangan udara dan kelangkaan pasokan.
Kewalahan
Petugas kesehatan di Gaza bilang, banyak rumah sakit yang kelebihan pasien dan peralatan yang terbatas. Jumlah pasien di sebagian rumah sakit bahkan mencapai 300 persen melebihi kapasitas tempat tidur.
Rumah Sakit Nasser di Gaza merupakan fasilitas kesehatan terakhir yang menjadi tidak berfungsi seusai diserbu militer Israel pada 18 Februari 2024.
Lalu, pada 18 Februari 2024 malam waktu setempat, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) bilang, menemukan senjata di rumah sakit tersebut serta obat-obatan dengan nama dan potret sandera di atasnya. Mereka mengeklaim, sudah menangkap "ratusan teroris" yang bersembunyi di rumah sakit.
"Hamas terus-menerus menempatkan penduduk Gaza yang paling rentan dalam marabahaya dengan cara egois menggunakan rumah-rumah sakit untuk aksi teror," begitu klaim IDF kepada BBC.