kievskiy.org

Aliri Sawah dan Kolam Ikan, Warga Tasikmalaya Terpaksa Gunakan Air Bercampur Limbah Galian Pasir Galunggung

WARGA memandangi balong yang penuh lumpur di Kampung Gayonggong, Desa Sinagar, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Kamis, 3 Oktober 2019. Tercemarnya sungai oleh limbah galian pasir membuat sejumlah warga Sukaratu menggunakan airnya untuk mengairi sawah dan kolam ikan.*/BAMBANG ARIFIANTO/PR
WARGA memandangi balong yang penuh lumpur di Kampung Gayonggong, Desa Sinagar, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Kamis, 3 Oktober 2019. Tercemarnya sungai oleh limbah galian pasir membuat sejumlah warga Sukaratu menggunakan airnya untuk mengairi sawah dan kolam ikan.*/BAMBANG ARIFIANTO/PR

SINGAPARNA, (PR).- Sejumlah warga Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, terpaksa menggunakan air bercampur limbah penambangan pasir kawasan Gunung Galunggung untuk mengairi sawah dan kolam ikan peliharaannya. Dampaknya, hasil pertanian dan budidaya ikan menurun karena bulir padi hampa dan ikan mati. 

Hal tersebut terjadi di sejumlah kampung yang berada di Desa Sinagar dan Gunungsari, Kecamatan Sukaratu. Pikiran Rakyat menelusuri saluran air atau selokan yang bersumber dari Sungai Cibanjaran serta mengaliri sawah dan balong warga itu.

Kondisinya, air di selokan-selokan tersebut tampak keruh. Lumpur-lumpur yang ditengarai berasal dari limbah pencucian galian pasir juga memenuhi area pesawahan. Demikian pula dengan sejumlah balong milik warga yang dipenuhi lumpur. 

Amir Syarifudin selaku Ketua RT 3 di RW 1, Kampung Gayonggong, Desa Sinagar, Kecamatan Sukaratu, mengatakan, sumber air sawah dan kolam ikan warga memang berasal dari Cibanjaran yang berada di kawasan penambangan pasir. Limbah pencucian galian pasir kemudian masuk ke sungai tersebut, sehingga sawah dan balong warga ikut terdampak.

Kondisi paling parah terjadi saat musim kemarau. Air yang bersumber dari sungai itu tambah keruh. Para petani dan pembudidaya ikan merasakan betul dampak tercemarnya sumber air untuk sawah dan ikannya. 

Penghasilan menurun

Penghasilan petani pun menjadi tak normal lantaran penggunaan air keruh bercampur limbah pasir itu. Amir mencontohkan, dari luas sawah 100 bata, petani paling mendapat penghasilan 2-3,5 kuintal padi saat musim kemarau.

Jumlah tersebut sangat menurun bila dibandingkan di musim hujan. Dengan luas sawah yang sama, petani bisa memperoleh hasil panen hingga 7 kuintal padi ketika air hujan berlimpah. Pencemaran limbah galian pasir terhadap sungai yang menjadi sumber pasokan air warga memang begitu kentara saat kemarau. 

Endapan limbah pasir berupa lumpur tak segera terbawa arus sungai seperti saat musim hujan. Sumber air untuk pesawahan dan empang warga akhirnya keruh dengan lumpur-lumpur pasir yang kemudian mengendap.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat