kievskiy.org

Dianggap Tidak Berkekuatan Hukum, Surat Edaran UMK Jabar Dipertanyakan

ILUSTRASI Upah Minimum Sektoral Kota Kabupaten (UMSK) 2019.*
ILUSTRASI Upah Minimum Sektoral Kota Kabupaten (UMSK) 2019.* /DOK. PR

CIKARANG, (PR).- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), yang juga Deputi Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Obon Tabroni, menyatakan surat edaran UMK Jabar dinilai tidak memiliki kekuatan hukum. Semestinya yang diterbikan adalah surat keputusan UMK dari Gubernur.

Oleh karena itu, Obon, mempertanyakan sikap Gubernur Jawa Barat yang memilih menerbitkan surat edaran dari pada surat keputusan terkait penetapan UMK tersebut.

Obon menyebut, Ridwan Kamil bersikap sangat berbeda dari daerah lainnya. Lebih dari itu, penetapan UMK melalui surat keputusan telah diatur dalam Undang-undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Harusnya memang sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan bahwa kewajiban seorang gubernur adalah membuat SK (surat keputusan) berdasarkan rekomendasi dari bupati/walikota,” kata Anggota Komisi XI ini saat dihubungi, Jumat 29 November 2019.

Baca Juga: Soundtrack Film Eggnoid, Nidji Rilis Cinta & Portal Waktu

Diungkapkan Obon, penerbitan surat edaran hanya bakal membuat penetapan UMK tidak memiliki kekuatan hukum yang jelas. Karena tidak ada sanksi yang mengikat, perusahaan tidak diwajibkan mengikuti aturan tersebut.

“Surat edaran dampaknya kurang kuat, beda dengan SK. Kalau bentuknya surat edaran, Anda mau jalanin upah minimum silahkan, tidak dijalani juga tidak masalah,” ucap Obon yang juga Deputi Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia.

Terkait banyaknya desakan dari kaum pekerja, Obon menilai wajar. Menurut dia, para buruh tengah mempertanyakan alasan dari gubernur menerbitkan surat edaran. Kemudian jika terdapat perusahaan yang memilih pindah, harusnya tidak menjadi kekhawatiran berlebih.

Baca Juga: Tiongkok Peringatkan Balas AS Atas Dukungannya Terhadap Demonstran Anti Pemerintah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat