kievskiy.org

Razia LGBT di Depok Dinilai Sebagai Dagangan Politik Mohammad Idris untuk Pilkada 2020

WALI Kota Depok Mohammad Idris, dianggap menjadikan razia LGBT sebagai dagangan politik.*
WALI Kota Depok Mohammad Idris, dianggap menjadikan razia LGBT sebagai dagangan politik.* /Instagram Pemkot Depok

PIKIRAN RAKYAT - Wali Kota Depok, Mohammad Idris mewacanakan kebijakan akan merazia kelompok LGBT mendapat tentangan.

Dalam kebijakan itu, dia mengerahkan Satpol PP untuk menyidak setiap apartemen dan kos-kosan dengan tujuan mempersempit praktik LGBT. 

Ketua Advokasi YLBHI, yang sekaligus aktivis HAM Muhammad Isnur, mengatakan kebijakan merazia LGBT, selain tidak ada dasar hukumnya, kebijakan tersebut merupakan cara Wali Kota Depok untuk melanggengkan stigma dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas LGBT. 

Baca Juga: POPULER HARI INI: Anak Yusuf Mansyur Tolak Ajakan ke Kelab hingga Ridwan Kamil Disebut dalam Sidang Korupsi

Selain itu, kata Isnur, kebijakan ini sarat muatan politik. Wali Kota Depok mencoba angkat sentimen isu SARA guna mendapat dukungan segelintir masyarakat, juga dalam rangka mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya jelang Pilkada Serentak 2020.
 
"Ini sebenarnya populisme. Jadi, ini cara politik Wali Kota Depok yang menjual agama untuk meraih simpati dari golongan masyarakat tertentu," katanya. 
 
Hal tersebut, menurut Isnur sebagai tradisi yang kerap dilakukan oleh pejabat daerah untuk menutupi ketidakmampuannya dalam mengurusi wilayahnya. 
 
"Kebijakan tersebut merupakam pengalihan isu guna menyembunyikan tanggung jawab dan amanah yang selama ini dia tak lakukan dengan baik. Jadi, dia tutupi dengan hal kontroversi," ucapnya.

Baca Juga: Usai Penangkapan Dua Tersangka, Polisi Klaim Bergegas Rampungkan Berkas Penyelidikan Kasus Novel Baswedan

Isnur pun mencoba melacak rekam jejak kebijakan kontroversi Wali Kota Depok, semisal kebijakan menjawab kemacetan dengan memutar lagu di lampu merah, yang ternyata hasilnya tak sama sekali berdampak bagi masyarakat.  
 
"Kebijakan tersebut sama halnya dengan kebijakan merazia LGBT. Sama-sama konflik kepentingan yang dia ciptakan buat mendapat dukungan, sekaligus menutupi ketidakmampuannya dalam menjawab problematika kota," tuturnya.  
 
Adapun kebijakan merazia LGBT, lanjut Isnur, merupakan cara menggalang dukungan dari kelompok yang sebenarnya menyuburkan tindakan intoleransi. 
 

 

Bicara soal intoleransi di Depok, menurut riset Setara Institute tahun 2018, Depok termasuk sebagai 10 kota dengan tingkat toleransi terendah. Depok menempati peringkat 89 dari 94 kota yang masuk dalam riset tersebut.
 
"Intoleransi yang menjamur di Depok karena kebijakan merazia kelompok LGBT ini seharusnya jadi perhatian Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil hingga Presiden Joko Widodo. Sejatinya, kebijakan walkot ini tanpa dasar hukum, dan justru merupakan cerminan dari Anti-Pancasila," ujarnya.***

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat