kievskiy.org

Mantan Ketua DPRD Jabar Irfan Suryanagara Dituntut 12 Tahun Penjara dan Denda Rp2 Miliar

Terdakwa Irfan Suryanagara bersama istrinya, Endang Kusumawaty menjalani sidang tuntutan secara daring dari Pengadilan Negeri Bale Bandung, Baleendah, Kabupaten Bandung, Rabu 25 Januari 2023.
Terdakwa Irfan Suryanagara bersama istrinya, Endang Kusumawaty menjalani sidang tuntutan secara daring dari Pengadilan Negeri Bale Bandung, Baleendah, Kabupaten Bandung, Rabu 25 Januari 2023. /Pikiran Rakyat/Hendro Susilo Husodo

PIKIRAN RAKYAT - Mantan Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara bersama istrinya, Endang Kusumawaty, dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp2 miliar. Jaksa penuntut umum (JPU) menilai, keduanya bersalah telah melakukan penipuan dan pencuian uang. 

"Kami jaksa penuntut umum dalam perkara ini berkesimpulan bahwa terdakwa Irfan Suryanagara telag terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara bersama-sama telah melakukan penipuan," kata JPU Fajar di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Baleendah, Kabupaten Bandung, Rabu, 25 Januari 2023.
 
Menurut dia, Irfan Suryanagara dan istrinya terbukti melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-(1) KUHP tentang Penipuan.
 
Selain itu, Irfan Suryanagara dinilai bersalah telah turut serta secara pemufakatan jahat sebagaimana Pasal 3 Jo Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindana Pencucian Uang.
 
Dalam sidang yang molor 6 jam dari jadwal karena keterlambatan JPU itu, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara 12 tahun kepada terdakwa Irfan Suryanagara dan Endang.
 
"Dan pidana denda sebesar Rp 2 miliar subsider enam bulan penjara," ujar Fajar.

Irfan Suryanagara berbelit-belit

Dalam pertimbangannya, dia menyebut beberapa hal yang memberatkan tuntutan terhadap Irfan Suryanagara. Tuntutan itu di antaranya, Irfan Suryanagara sebagai penyelenggara negara seharusnya memberi contoh teladan, bukannya melakukan perbuatan tercela dan dilarang Undang-Undang.
 
"Perbuatan terdakwa dilakukan secara konsisten tanpa rasa menyesal dan dengan sengaja mengeluarkan kata-kata bohong selama kurang lebih 6 tahun sejak 2013 hingga 2019 terhadap saksi korban Stelly Gandawijaya sehingga membuat korban Stelly Gandawijaya mengalani kerugian sebesar Rp58.493.205 atau setidak-tidaknya sejumlah itu," katanya.
 
Selain itu, kata Fajar, Irfan Suryanagara tidak mengakui kesalahannya dan berbelit-belit di persidangan, dengan awalnya tidak mengakui ada kerja sama investasi pada awal persidangan. Namun, ketika ditanya majelis hakim, terdakwa mengakui adanya hubungan bisnis atau rekan kerja.
 
Irfan Suryanagara, kata dia, mengubah keterangannya lagi di persidangan yakni jadi meminjam dana talangan dan menganggap semua uang yang diberikan Stelly Gandawijaya sekira Rp12 miliar adalah hak keuntungan milik Irfan Suryanagara.
 
"Faktanya, padahal pikiran terdakwa tersebut hanyalah ilusi dan khayalan terdakwa belaka, dan tanpa rasa malu dengan mengaku-ngaku terdakwa sudah lama berbisnis SPBU dan mendapat uang dari hasil menjual emas senilai Rp5 miliar," tutur Fajar.
 
Pertimbangan JPU dalam meringankan tuntutan terhadap Irfan Suryanagara ialah terdakwa bersikap sopan dalam persidangan. Irfan Suryanagara dan istrinya didakwa melakukan penipuan, penggelapan, dan pencucian uang senilai lebih dari Rp58 miliar dengan korban Stelly Gandawijaya.
 
Menanggapi tuntutan tersebut, penasihat hukum Irfan, Raditya menilai, semua analisis yuridis dari jaksa sangat imajinatif dan mengada-ngada. Menurut dia, banyak keterangan saksi di persidangan yang tidak menerangkan hal yang disampaikan JPU dalam tuntutannya.
 
"Sedikit banyak JPU hanya copy-paste dari berita acara pemeriksaan (BAP) sedangkan Pasal 185 ayat (1) KUHAP telah mengatur bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Hal ini berarti bahwa hanya keterangan-keterangan yang disampaikan di depan persidangan saja yang sah sebagai alat bukti dan merupakan fakta hukum," katanya.*** 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat