kievskiy.org

Laki-Laki Konsumen Penjual Syahwat Mengapa Kebal Hukum?

Ilustrasi hukum.
Ilustrasi hukum. /Pixabay/Succo Pixabay/Succo

PIKIRAN RAKYAT - Niat menutup lokasi prostitusi selalu menemui jalan buntu. Berbagai cara dilakukan untuk menghapus prostitusi. Mulai dari cara yang kasar seperti penggerebekan, penggusuran atau membongkar lokalisasi prostitusi. Sampai pendekatan yang lembut yaitu merehabilitasi perempuan yang dilacurkan. Namun hasilnya selalu gagal.

Prostitusi seperti rumput yang tiap kali dibabat kemudian tumbuh kembali semakin subur dan meluas. Praktek jual beli seks cepat bertransformasi dalam berbagai bentuk. Awalnya prostitusi terang-terangan di suatu lokasi. Karena lokalisasi dianggap mudah dikenali dan jadi sasaran penggerebekan. Kemudian prostitusi berubah wajah. Modus terbaru adalah prostitusi online. Laki-laki pembeli seks cukup menggunakan telepon genggam untuk memilih pemuas nafsunya.

Sebenarnya awal mula prostitusi di Indonesia kapan? Dari catatan sejarah dan analisa antropologis pelacuran tumbuh berkembang di Indonesia karena dua sebab. 

Pertama, pembangunan infrastruktur jalan raya dan rel kereta api.

Pada masa kolonial Hindia Belanda bisnis pelacuran tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan bisnis pelacuran semakin marak pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada tahun 1808-1811.

Baca Juga: Teka-teki Perempuan 'Bernyawa 9' yang Menyeberang di Jalan Tol, Polisi Beri Keterangan

Selama mengerjakan proyek tersebut para pejabat Hindia Belanda memaksa perempuan desa yang tidak berdaya untuk jadi budak seks. Kemudian ditempatkan di bedeng-bedeng sepanjang lokasi proyek. Bedeng terbesar biasanya berada di sekitar stasiun kereta api atau terminal bus. Para lelaki buruh kasar pribumi, juga ikut melampiaskan hasrat seksualnya jika ada perempuan yang tidak jadi dipakai oleh sang tuan. Akhirnya lama kelamaan tempat tersebut menjadi lokalisasi prostitusi.

Lihat saja lokalisasi Saritem dekat Stasiun Bandung, Pasar Kembang dekat Stasiun Tugu Yogyakarta, Dolly dekat Stasiun Pasar Turi, Kramat Tunggak dekat Stasiun Priok. Dan banyak lagi lokasi di sekitar stasiun atau terminal yang jadi pusat prostitusi. Meski beberapa lokalisasi sudah berubah wajah tetapi riwayatnya selalu dikenang masyarakat.

Revolusi pembangunan infrastruktur jalan raya dan rel kereta api pada masa itu membawa perubahan sosial yang drastis. Termasuk merebaknya prostitusi di sepanjang proyek pembangunan tersebut. Perempuan yang dilacurkan dikurung dan dijaga oleh mucikari yang menjadi kaki tangan mandor Hindia Belanda. Perempuan itu harus melayani setiap saat jika sang mandor membutuhkan. Mucikari dengan mudahnya mendapat uang dari sang tuan Belanda.

Baca Juga: Tak Ada Lagi yang Dirawat, RSUD Garut Tetap Siapkan 30 Tempat Tidur Pasien Covid-19

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat