kievskiy.org

Literasi Keuangan di Era 4.0

null
null

DULU, dalam peradaban pra-modern, transaksi jual-beli dilakukan dengan sistem barter. Kemudian uang (money) hadir sebagai instrumen yang diakui bersama dapat ditukar dengan barang atau jasa. Namun, definisi uang di abad-21 rupamya mengalami transformasi. Jika sebelumnya nilai (value) dari uang diharuskan menyatu dengan materi fisiknya, hari ini kedua elemen tersebut dapat dipisahkan.

Saat ini, untuk melakukan kegiatan jual-beli, kita tidak harus membayarnya secara tunai, karena uang fisik kini sudah dapat disubstitusi oleh uang elektronik. Hanya dengan memasukkan pin atau mencocokkan barcode unik, transaksi jutaan rupiah bisa dilakukan dengan cepat dan efisien.

Itulah peradaban abad-21 yang saat ini sedang kita lakoni. Sehingga tidak heran jika para filsuf memaknai peradaban sebagai the highest achievement of human culture. Teknologi baru yang begitu sophisticated ini tidak lain merupakan apa yang disebut oleh antropolog Koentjaraningrat sebagai produk dari cipta, rasa dan karsa manusia.

Untuk itu saya sebetulnya lebih suka menyebut fenomena hari ini sebagai Civilization 4.0. Terminologi ini bagi saya lebih paradigmatis dibanding istilah Revolusi Industri (RI) 4.0 yang berimpresi teknikal. Gagasan RI 4.0 memang pada awalnya keluar dari sektor industri manufaktur kelas tinggi Jerman yang ditandai dengan hadirnya Internet of the Things (IoT) dan Cyber Physical Systems (Hofmann dan Rüsch, 2017). Namun, semua penemuan dalam RI 4.0 tersebut bersifat teknikal, yang sejatinya dikerangkai oleh ide-ide paradigmatik dalam Peradaban 4.0: gagasan tentang interkonektivitas, otomatisasi, short-cut, big data, real-time data dan sebagainya.

Secara epistemologis, saya menggunakan perspektif sosiologi Weberian, yang memandang bahwa penemuan teknologi hakikatnya hanyalah efek dari kreasi ide dan keyakinan manusia. Dalam kegiatan jual-beli misalnya, bukan e-money yang membuat manusia dapat bertransaksi dengan cepat, sebaliknya gagasan tentang kecepatan bertransaksi inilah yang menghasilkan teknologi e-money.

Logika ini menjadi penting, mengingat watak dari teknologi sejatinya tidak permanen. Menurut Wheelen & Hunger (2012) teknologi secara natural memiliki pola diskontinuitas, dimana teknologi yang sudah mencapai titik kematangan (mature technology) pasti akan melahirkan teknologi yang lebih baru (newer technology).  Jika hari ini kita sedang menghadapi teknologi era 4.0, boleh jadi dalam hitungan beberapa tahun kedepan akan muncul teknologi baru, sebagaimana dulu web 1.0 berkembang menjadi seri web berikutnya hingga web 4.0.

 

Literasi Keuangan

Secara definisi, literasi keuangan adalah pengetahuan tentang perencanaan dan pengelolaan keuangan pribadi atau keluarga dalam kehidupan sehari-hari (Lusardi & Mitchell, 2007). Namun, ia sesungguhnya tidak terbatas pada konteks pegetahuan akan lembaga, produk dan layanan jasa keuangan yang ada, namun juga meliputi sikap dan perilaku yang dapat memberikan pengaruh dalam meningkatkan literasi keuangan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat (OJK, 2017).

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat