kievskiy.org

Indonesia Masih Butuh Impor Beras, Bukti Pemerintah Payah Mengurusnya

Tumpukan karung beras di Gudang Bulog.
Tumpukan karung beras di Gudang Bulog. /Antara/Sakti Karuru

PIKIRAN RAKYAT - Sinonim kata "kisruh" antara lain tidak keruan, acak-acakan, awut-awutan, slebor, dan berantakan. Kisruh berarti bingung, tidak jelas, dan tidak pasti. Dalam konteks kehidupan berbangsa, bernegara, dan berorganisasi, kisruh juga berarti "sangat ramai" karena muncul berbagai permasalahan, protes, tuding-menuding, dan sering percekcokan.

Terkait kisruh perberasan, hal ini berhubungan dengan turunnya produksi beras nasional, sehingga pemerintah membuka kembali keran impor beras. Pemerintah merencanakan impor beras sebesar 5,17 juta ton tahun ini untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.

Sragen Panen Raya Bapanas Minta Bulog Serap Padi Petani
Sragen Panen Raya Bapanas Minta Bulog Serap Padi Petani

Pada tahun 2024, kebutuhan beras dalam negeri meningkat signifikan. Beras diperlukan tidak hanya untuk konsumsi, tetapi juga untuk mengokohkan cadangan beras pemerintah dan kebutuhan lainnya. Pemerintah juga harus menyediakan beras untuk program bantuan pangan sebesar 10 kg per bulan kepada sekitar 22 juta rumah tangga penerima manfaat. Jika program ini berlangsung selama 6 bulan, diperlukan 1,32 juta ton beras. Jika berlangsung selama 12 bulan, diperlukan 2,64 juta ton.

Namun, kebutuhan beras yang meningkat tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Selain karena serangan El Nino yang menyebabkan banyak sentra produksi gagal panen, pemerintah perlu lebih serius merancang perencanaan pangan dengan data yang akurat.

Kisruh perberasan juga berlanjut pada kenaikan harga beras yang melampaui Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang diatur pemerintah. Sampai sekarang, harga beras masih tinggi.

Situasi ini tidak kondusif. Pemerintah tampak serius mencari solusi, tetapi prosesnya membutuhkan waktu panjang. Beras adalah komoditas politis dan strategis yang harus tersedia sepanjang masa dengan harga terjangkau. Kehilangan beras di pasar dapat mengganggu kehidupan masyarakat.

Indonesia pernah mencatatkan diri di Badan Pangan Dunia (FAO) atas kisah sukses swasembada beras pada tahun 1984 dan 2022. Oleh karena itu, aneh jika sekarang kita mengalami kesulitan dalam produksi beras. Kondisi ini bisa terjadi karena kesalahan kebijakan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan.

El Nino bukan alasan

Turunnya produksi beras tidak seharusnya terjadi. Selama ini, El Nino dijadikan alasan penurunan produksi. Namun, kondisi ini mestinya bisa diantisipasi lebih awal. BMKG sudah memperkirakan musim kering berkepanjangan, yang membuat banyak tanaman gagal panen.

Pertanyaannya, mengapa tidak segera menerapkan pendekatan deteksi dini (early warning system) untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan? Ceritanya akan berbeda jika pemerintah sejak awal menambah luas tanam dengan mengoptimalkan lahan rawa yang tersebar di banyak provinsi. Mengapa tidak ada kebijakan percepatan masa tanam dan penambahan anggaran untuk menggenjot produksi?

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat