kievskiy.org

Indonesia Negara Agraris tapi Koperasi Pertanian Mandek, Pola Pikir Harus Diubah

Sragen Panen Raya Bapanas Minta Bulog Serap Padi Petani
Sragen Panen Raya Bapanas Minta Bulog Serap Padi Petani /Pikiran Rakyat/Nurhandoko Wiyoso

PIKIRAN RAKYAT - Pada 2022, pendapatan 100 koperasi terbesar di Amerika Serikat mencapai 319 miliar dolar AS atau sekitar Rp5.104 triliun dengan kurs Rp16.000 per dolar AS. Angka ini setara dengan 26 persen dari PDB Indonesia yang mencapai Rp19.588,4 triliun pada 2022.

Pendapatan koperasi pertanian terbesar di AS, CHS, pada tahun 2022 mencapai 47,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp764,8 triliun. Jumlah ini setara dengan 3.9 persen dari PDB Indonesia dan mencapai 57,8 persen dari pendapatan PT Pertamina yang besarnya Rp1.323 triliun pada tahun 2022.

Pendapatan CHS ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa BUMN lainnya, seperti PLN (Rp441,1 triliun), BRI (Rp208,1 triliun), Bank Mandiri (Rp161 triliun), Telkom Indonesia (Rp147,3 triliun), MIND ID (Rp126,8 triliun), Pupuk Indonesia (Rp103,8 triliun), Semen Indonesia (Rp36,3 triliun), dan Krakatau Steel (Rp34,9 triliun).

Data ini menunjukkan betapa pentingnya peran koperasi dalam pengembangan ekonomi, terutama di sektor pertanian, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945. Menurut teori ekonomi John Nash, cooperative equilibrium lebih unggul dibandingkan non-cooperative equilibrium jika persyaratannya terpenuhi.

Pertanian mandek

Petani pilih bakar tanaman yang puso bersamaan dengan jerami sisa panen untuk memutus siklus hidup wereng dan mempercepat olah lahan.
Petani pilih bakar tanaman yang puso bersamaan dengan jerami sisa panen untuk memutus siklus hidup wereng dan mempercepat olah lahan.

Secara teoritis dan empiris, koperasi telah membuktikan kontribusinya terhadap kemajuan ekonomi suatu negara. Namun, di Indonesia, perkembangan koperasi, khususnya di sektor riil seperti pertanian, belum optimal, meskipun sekitar 34.3 persen dari 300 koperasi terbesar dunia adalah koperasi pertanian.

Penulis berpendapat, salah satu penyebab utama kurang berkembangnya koperasi pertanian di Indonesia adalah budaya yang kurang menghargai sektor pertanian. Dengan mengadopsi cara berpikir tokoh-tokoh seperti Abraham Lincoln, Franklin D. Roosevelt, dan Kaisar Tokugawa, sektor pertanian Indonesia bisa menjadi lebih maju dan menjadi tumpuan kemajuan budaya dan ekonomi.

Indonesia memiliki luas lahan persawahan sekitar 7.46 juta hektare dengan nilai sekitar Rp7.460 triliun. Jika dibandingkan dengan PDB Indonesia pada tahun 2023 yang sebesar Rp 20.892,4 triliun, kontribusi aset lahan pertanian ini mencapai sekitar 35.7 persen dari PDB. Belum termasuk nilai aset pertanian lainnya seperti karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi.

Pertanyaannya, mengapa industri berbasis padi tidak berkembang di Indonesia? Jika industri berbasis padi berkembang setara dengan nilai aset lahan tersebut, sektor ini bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Proses guremisasi petani seperti yang terjadi di Korea Selatan dan Jepang, tidak akan terjadi jika kita memaksimalkan potensi lahan pertanian.

Dalam transformasi sosial-ekonomi, koperasi menjadi inti pengembangan investasi, mulai dari sumber daya manusia hingga industrialisasi pertanian. Koperasi dan kesejahteraan petani adalah dua hal yang tak terpisahkan. Bukti empiris dari negara maju seharusnya mendorong Indonesia untuk mengembangkan pola pikir baru demi kemajuan koperasi dan sektor pertanian. (Agus Pakpahan - Rektor Universitas Koperasi Indonesia)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat