DALAM dua hari terakhir, berita tentang virus corona melambungkan kembali Pulau Natuna, Kepulauan Riau.
Kali ini bukan soal kapal nelayan Tiongkok yang memasuki wilayah perairan Natuna, melainkan tentang observasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru dipulangkan dari Wuhan, Tiongkok, dan penolakan warga Natuna atas penempatan mereka di wilayahnya.
Gempuran berita tentang serangan virus corona di Wuhan, dengan ratusan korban meninggal dan puluhan ribu dirawat, yang membuat kota ini diisolasi dari berbagai penerbangan dalam dan luar negeri, membentuk landscape pengetahuan kita (termasuk warga Natuna) tentang ancaman virus corona.
Baca Juga: Pingsan Saat Jadi Saksi di Sidang Kasus Ikan Asin, Fairuz A Rafiq Divonis Stres Akut
Ketakutan atas wabah corona lebih mendominasi ketimbang pengetahuan kita soal sebab-sebab munculnya penyakit, penularan, dan cara-cara pencegahan yang diperlukan.
Proksimitas Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, yang merupakan kota terpadat di pusat Tiongkok, begitu terasa karena hampir tiap senja kita disuguhi berita tentang mahasiswa asal Indonesia yang tertahan di kamar kontrakan, dengan persediaan makanan yang kian menipis, yang terus bertanya-tanya kapan pemerintah Indonesia akan datang menjemput mereka.
Mendengar pengakuan sebagian mahasiswa yang berusaha tetap tegar demi menenangkan keluarga mereka di kampung halamannya, padahal semua orang tahu, berita tentang virus corona membuat panik penduduk seantero dunia, membuat kita geregetan, dan turut berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret memulangkan mereka.
Dan, ketika pemerintah mengumumkan akan segera memulangkan para mahasiswa yang tertahan di Wuhan, dengan terlebih dahulu transit di Batam untuk kemudian dibawa ke Natuna untuk diobservasi selama 14 hari, reaksi penolakan mereka malah muncul.