SERAH badan serah nyawa
Serah jisim neda hurip
Neda hurip salawasna…
Aki Koyod, 43 tahun, adalah Rorokan Pamakayaan (Pengurus Pertanian) Kasepuhan Ciptagelar. Ia berbicara di depan sekira 60 orang peserta ekskursi Matabumi dari Bandung dan Jakarta.
Duduk bersila di samping narasumber di Bumi Ageung Ciptagelar, Sabtu 15 Februari lalu, saya ikut bertanya, menyimak, dan mencatat.
Baca Juga: Rangga Sunda Empire Minta Penangguhan Penahanan, Salah Satu Alasannya Diundang Masuk TV
Baca Juga: Seperti Seren Taun di Sukabumi, Hajat Bumi di Kawasan Dusun Bambu Arak Hasil Bumi Warga Sekitar
“Wah, siga ka nu sakola (Wah, seperti bicara kepada anak sekolah),” seloroh Aki Koyod melihat saya sibuk mencatat.
“Pan ieu gé abdi téh nuju sakola ka Aki (Kan saya lagi belajar kepada Aki),” ujar saya menimpali.
Tulang punggung tradisi
Dalam bahasa Aki Koyod, pertanian padi adalah tulang tonggong (tulang punggung) tradisi, warisan leluhur, juga tugas manusia di bumi. Setiap momen dalam siklus pertanian padi dirayakan dengan salametan atau sukuran.