kievskiy.org

Refleksi Hari Guru 2023: Sudahkah Guru di Indonesia Maju dan Sejahtera?

Ilustrasi guru sedang mengajar.
Ilustrasi guru sedang mengajar. /Pexels/Roman Odintsov

PIKIRAN RAKYAT - Guru adalah profesi yang sangat mulia. Kita bisa membaca, menulis, dan berhitung karena Guru. Kita bisa mengembangkan potensi-potensi diri, sehingga lahir manusia-manusia yang cerdas, terampil, beriman, bertakwa, dan bijak, juga karena Guru. Pendek kata, demikian penting dan mulia kedudukan Guru, sehingga ia adalah sosok yang perlu “digugu dan ditiru”.

Tiap negara-bangsa di dunia memiliki cara tersendiri untuk menghormati guru. Salah satunya adalah dengan memperingati Hari Guru. Dengan peringatan tersebut, kita diajak melakukan refleksi tentang kedudukan dan peranan guru, baik pada masa lalu, masa sekarang, maupun harapan di masa yang akan datang.

EI (Education International), sebuah badan federasi organisasi profesi guru sedunia, memperingati Hari Guru Internasional pada setiap tanggal 5 Oktober sejak 1994 hingga sekarang. Tujuan memperingatinya adalah untuk memberikan dukungan kepada para guru di seluruh dunia bahwa keberlangsungan generasi sekarang dan masa depan ditentukan oleh guru.

Di Indonesia, Hari Guru diperingati setiap tanggal 25 November sejak 1994 hingga sekarang. Pertanyaannya, apa refleksi kita dalam memperingati Hari Guru di Indonesia?

Sejarah Guru

Hari Guru di Indonesia untuk mengenang kelahiran dan perjuangan organisasi guru sejak zaman kolonial Belanda yakni PGHB (Persatuan Guru Hindia Belanda) yang didirikan sejak 1912. Seiring dengan semangat nasionalisme yang “Indonesia-sentris”, maka pada 1932, PGHB berubah namanya menjadi PGI (Persatuan Guru Indonesia) yang merupakan gabungan dari 32 organisasi guru yang berlainan latar belakang, paham, dan golongan, tapi memiliki tujuan utama yang sama yakni memajukan, mensejahterakan, dan memerdekakan kehidupan guru.

Pada zaman Jepang, 1942-1945, semua organisasi dilarang, termasuk PGI, kecuali organisasi-organisasi buatan pemerintah untuk tujuan perang. Namun, pada masa perjuangan kemerdekaan, 1945-1950, dalam suasana revolusi dan aspirasi demokrasi, lahirlah PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) dalam kongresnya di Surakarta, Jawa Tengah, pada 25 November 1945. PGRI merupakan wadah tunggal bagi guru-guru di Indonesia. Peristiwa inilah yang dijadikan sebagai momen penting tentang Hari Guru di Indonesia.

PGRI adalah organisasi guru yang seksi. PGRI kerap dilirik, didekati, dan ditarik-tarik oleh berbagai kelompok kepentingan, termasuk partai-partai politik. Pada masa Demokrasi Liberal, 1950-1959, PGRI diperebutkan oleh banyak partai politik untuk meraup suara dalam PEMILU (Pemilihan Umum) 1955. Bahkan pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966), PGRI mengalami polarisasi, sehingga muncul organisasi PGRI NV (Non-Vaksentral) yang berideologi kiri.

Pemerintah Orde Baru, 1966-1998, melakukan restrukturisasi politik. PGRI, yang mengalami polarisasi, perlu disatukan kembali dan mesti sejalan dengan politik pembangunan Orde Baru. Seiring dengan kebijakan “mono-loyalitas”, maka baik Guru Negeri maupun Swasta harus loyal, taat, dan setia kepada pemerintah. Pendek kata, PGRI pada masa Orde Baru telah terkooptasi oleh kekuasaan politik.

Pada masa Orde Baru juga, melalui Keppres (Keputusan Presiden) No.78/1994, kelahiran PGRI, pada 25 November 1945, diperingati sebagai “Hari Guru Nasional”, hingga sekarang. PGRI telah memiliki kantor pusat di Jakarta hingga kantor-kantor cabangnya di berbagai daerah di Indonesia. Para guru diberi gelar oleh pemerintah Orde Baru sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Walaupun bagi guru yang nasibnya kurang baik dan tetap sengsara, maka gelar itu kerap diplesetkan menjadi Pahlawan Tanpa Daksa.

Memasuki era Reformasi, 1998 hingga sekarang, gejala sentrifugal (terpencar) melanda PGRI sebagai organisasi yang sentripetal (terpusat). Kini, selain PGRI, banyak bermunculan organisasi guru lainnya, seperti FGII (Federasi Guru Independen Indonesia), PGSI (Persaudaraan Guru Sejahtera Indonesia), FGR (Forum Guru Reformasi), FAGI (Forum Aksi Guru Indonesia), dan lain-lain. Bahkan ada juga ADRI (Asosiasi Dosen Republik Indonesia). Dosen itu pada hakikatnya Guru, sebab seorang Profesor di Perguruan Tinggi akan dipanggil “Guru Besar” di Indonesia. Namun, apapun organisasinya, peringatan “Hari Guru Nasional” hanya satu, yakni pada setiap tanggal 25 November.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat