kievskiy.org

Apakah Israel dan Palestina Bisa Damai? Menilik Sikap PBB dan Apa yang Telah Dilakukan Indonesia

Asap dan nyala api berkobar setelah pasukan Israel menyerang sebuah menara pencakar langit di Kota Gaza, 7 Oktober 2023
Asap dan nyala api berkobar setelah pasukan Israel menyerang sebuah menara pencakar langit di Kota Gaza, 7 Oktober 2023 /Reuters/Ashraf Amra

PIKIRAN RAKYAT - Konflik Israel dan Palestina bukan merupakan hal baru. Tercatat, konflik kedua negara ini telah berlangsung lama dan menjadi salah satu konflik “tertua” di dunia. Konflik yang sarat dengan isu politik dan sosial ini semakin runyam ketika sebagian dari masyarakat dunia menghubungkannya dengan isu agama.

Gerakan Zionism Modern yang diinisiasi oleh Theodore Herzl dianggap sebagai salah satu pemicu lahirnya konflik. Gerakan ini muncul sebagai bentuk kekhawatiran Bangsa Yahudi yang merasa tidak akan bertahan apabila tidak memiliki negara sendiri.

Bak gaung bersambut, pada tahun 1917, Inggris menerbitkan Balfour Declaration yang mendukung pembentukan negara untuk Bangsa Yahudi di wilayah Palestina yang saat itu masih berada di bawah kolonisasi mereka. Semangat Zionism semakin tidak terbendung dengan adanya kejadian Holocaust NAZI yang menyebabkan sekitar 6 juta Yahudi tewas.

Tahun 1948, Israel menyatakan kemerdekaannya. Sejak saat itu, okupasi wilayah Palestina oleh Israel semakin meluas dan hanya menyisakan wilayah Gaza dan Tepi Barat. Tindakan ini juga yang akhirnya menyebabkan munculnya gerakan bersenjata Hamas di Gaza dan gerakan pembebasan Palestina (PLO) di Tepi Barat.

PBB dan geopolitik

Bendera PBB.
Bendera PBB.

Sebagai lembaga yang bertujuan untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia, PBB dengan kewenangan yang dimilikinya sangat diharapkan dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina. PBB melalui beberapa badan utamanya seperti Majelis Umum (GA) dan Dewan Keamanan (SC) telah mengeluarkan resolusi-resolusi dalam rangka meredam konflik kedua negara ini. Namun, apakah itu efektif?

GA merupakan satu-satunya badan utama PBB yang memiliki keterwakilan seluruh negara anggota. GA telah mengeluarkan beberapa resolusi terkait dengan konflik Israel–Palestina. Salah satu resolusi teranyar yang pernah dikeluarkan adalah pengakuan GA atas Palestina sebagai negara observer dan memiliki hak untuk mengakses International Criminal Court (ICC).

Sedikit berbeda dengan SC. Peran SC di PBB dapat dikatakan cukup “kuat” dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia. Peran ini didukung dengan kewenangan SC dalam memberikan sanksi dalam rangka memberikan efek kepada keputusan SC sebagaimana di dalam UN Charter.

Efektivitas resolusi yang dikeluarkan oleh GA dan SC telah menjadi pertanyaan publik sejak lama. Resolusi yang dikeluarkan oleh GA tidaklah legally binding. Terlebih lagi, sebagai badan utama, GA tidak memiliki mekanisme untuk menegakkan resolusi tersebut (coercive authority), sehingga banyak resolusi GA hanya dianggap sebagai pandangan komunitas internasional atas suatu isu saja.

Berbanding terbalik dengan GA, resolusi yang dikeluarkan oleh SC bersifat “binding force”, bahkan SC memiliki kewenangan untuk menerapkan sanksi. Namun, proses dalam mengeluarkan resolusi tersebut-lah yang kemudian menjadi isu. SC terdiri atas anggota tetap dan anggota tidak tetap. Anggota tetap memiliki hak veto yang tidak dapat diganggu gugat oleh negara anggota tidak tetap lainnya. Peta geopolitik dunia sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan SC.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat