kievskiy.org

Jawa Barat Butuh Perda Haji, Regulasi Masih Parsial

Ilustrasi. Jawa Barat membutuhkan Perda Haji.
Ilustrasi. Jawa Barat membutuhkan Perda Haji. /Pikiran Rakyat/Eva Fahas

PIKIRAN RAKYAT - Puncak haji 2024 tinggal 6 bulan lagi. Wukuf di Arafah kemungkinan akan berlangsung pada 16 Juni 2024. Menuju momen itu, ada sejumlah kabar baik bagi warga Jawa Barat yang ingin menunaikan ibadah ke Tanah Suci itu.

Pertama, Kepala Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Barat (Jabar) Ajam Mustajam pekan lalu menyebutkan, Jabar mendapatkan kuota haji tahun 2024 sebanyak 38.723 orang. Jumlah tersebut meliputi 36.325 jemaah, 1.935 lansia prioritas, 172 orang pembimbing KBIHU, dan 291 petugas haji daerah. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Jabar memperoleh kuota jamaah terbanyak se-Indonesia atau 19 persen jamaah haji Indonesia berasal dari Jawa Barat.

Kedua, 40 persen dari kuota tahun depan adalah lansia dan kelompok risiko tinggi, baik yang usianya sudah tua maupun muda. Beruntungnya, risiko makin bisa dikendalikan dengan keberhasilan verifikasi otoritas Arab Saudi ke Bandara Kertajati, Majalengka.

Dengan kapasitas 96 ribu meter persegi terminal, bandara tersebut bisa menghantarkan tamu Allah ke Haromain langsung dua penerbangan sekali ritase. Dengan demikian, jemaah yang berangkat dari Bandara Kertajati tahun 2024 jumlahnya sekira 20-25 ribu orang atau naik 2 kali lipat dibandingkan tahun lalu dengan jumlah 11.000 orang.

Meskipun 2 kabar tersebut menggembirakan, penulis merasakan ada ikhtiar yang belum sempurna kita genapkan yakni belum adanya Peraturan Daerah (Perda) terkait haji di tingkat provinsi, khususnya dan kota/kabupaten umumnya.

Ilustrasi. Jemaah haji yang sudah tiba di Tanah Air akan dipantau kesehatannya selama 21 hari.
Ilustrasi. Jemaah haji yang sudah tiba di Tanah Air akan dipantau kesehatannya selama 21 hari.

Dalam catatan kami di PW IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) Jawa Barat, selain Pemprov Jabar yang belum menerbitkan perda, ada 18 dari 27 Pemerintah Kota/Kabupaten di Jawa Barat yang belum mempunyai Perda Haji dan atau peraturan sejenis terkait fasilitasi yang mesti diberikan pemerintah daerah (Pemda) sesuai amanah dari Pasal 36 UU No 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh. Artinya, ada 19 pemerintahan di Tatar Sunda ini yang masih “berutang” aturan menyangkut hajat hidup masyarakat banyak.

Penulis mengapresiasi kepala daerah dan legislator yang sudah melahirkan regulasi terkait yakni Kabupaten Ciamis (Perda Kabupaten Ciamis Nomor 5 Tahun 2013 tentang Biaya Transportasi Jemaah Haji), Kabupaten Indramayu (Perda Kab Indramayu no 9 tahun 2013, Kabupaten Kuningan (Perda Kabupaten Kuningan Nomor 5 Tahun 2018), Kabupaten Pangandaran (Perda Kabupaten Pangandaran No. 40 Tahun 2016), Kabupaten Sukabumi (Perda Kabupaten Sukabumi Nomor 9 Tahun 2013), Kabupaten Sumedang (Perda Kabupaten Sumedang Nomor 3 Tahun 2019, Kabupaten Tasikmalaya (Perda kab. Tasikmalaya Nomor 2 tahun 2018), Kota Cimahi (Perda Kota Cimahi Nomor 11 Tahun 2018), dan Kota Tasikmalaya (Perda Nomor 3 Tahun 2019).

Aturan layanan maksimal

 Jemaah haji kloter satu tiba di Bandara Kertajati, Minggu, 9 Juli 2023. Semua jemaah dalam keadaan selamat, satu orang dinyatakan sakit langsung dievakuasi ke rumah sakit.
Jemaah haji kloter satu tiba di Bandara Kertajati, Minggu, 9 Juli 2023. Semua jemaah dalam keadaan selamat, satu orang dinyatakan sakit langsung dievakuasi ke rumah sakit.

Perda di kota/kabupaten, apalagi provinsi, dibutuhkan karena selama ini kerja besar pelayanan haji masih terkonsentrasi di Kemenag dan Pemda, padahal bebannya tiap tahun terus meningkat.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat