kievskiy.org

Heboh Food Estate di Debat Cawapres: Penilaian Harus Didukung Data, Jangan Bodohi Publik

 Presiden Jokowi saat menanam jagung di lokasi food estate bersam para petani di Kampung Wambes, Selasa 21 Maret 2023.
Presiden Jokowi saat menanam jagung di lokasi food estate bersam para petani di Kampung Wambes, Selasa 21 Maret 2023. /Antara/Ardiles Leloltery

PIKIRAN RAKYAT - Salah satu materi yang dibahas dalam Debat Kedua Cawapres adalah  Program Lumbung Pangan Nasional (food estate). Dalam debat, satu pihak menuding program nasional sejak 2021 itu gagal, sementara pihak lain menilai belum bisa dipastikan gagal atau berhasil.

Rektor IPB University Arif Satria berpendapat, berhasil atau tidaknya program itu harus didukung data yang akurat. Butuh kajian berbasis akademis mengenai program tersebut. Dia berharap pemerintah mau melakukan evaluasi menyeluruh.

Sri Noor Cholidah dari Management Support & Engagement Lead Koalisi Sistem Pangan Lestari memiliki pandangan yang menarik, antara lain berkaitan dengan kondisi lahan. Diduga program ketahanan pangan berkelanjutan akan menemui kendala. Kebutuhan pangan harus diimbangi dengan kebutuhan lahan untuk produksi.

Sementara 90 persen lahan di Indonesia tidak produktif lagi. Juga layak dipertimbangkan manfaatnya. Menurut dia kuncinya dua, yakni ketahanan pangan dan nutrisi. Secara ekonomi menguntungkan, masyarakat pun menikmati manfaatnya.

Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar (tengah) menyampaikan pandangannya saat Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.
Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar (tengah) menyampaikan pandangannya saat Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. Antara Foto

Selama puluhan tahun, masalah ketersediaan pangan ini terkesan sebatas diatasi dengan kebijakan tambal sulam. Barangkali, salah satu sebabnya karena pemerintah selalu tergoda membuat program dalam skala besar.

Dalam konteks ini, cakupannya nasional. Mengapa tidak mendukungnya dengan skala yang lebih kecil? Berkaitan dengan hal ini, apa yang dikemukakan Arif Satria di atas sangat layak untuk ditindaklanjuti. Saran tersebut dikemukakan oleh pihak yang sangat kompeten di bidangnya.

Dalam skala kecil masyarakat sebenarnya tidak tinggal diam. Berbagai alasan, apakah itu bisnis atau terdorong oleh keberpihakan kepada kebutuhan hidup rakyat, telah mendorong beberapa dari mereka untuk mulai melangkah.

Mungkin upaya budidaya porang pantas untuk disebut. Porang adalah sejenis umbi yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan. Sayang, karena skalanya masih kecil, proses produksinya tinggi, sehingga harganya mahal, tidak terbeli oleh rakyat. Demikian juga dengan upaya budidaya pangan lainnya semisal sorgum.

Sebenarnya, aktivitas masyarakat dalam skala kecil seperti itu dapat menimbulkan efek ganda. Di samping akan memberikan hasil, mereka juga terdorong untuk melakukan berbagai inovasi sejalan dengan perkembangan yang terjadi di lapangan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat