kievskiy.org

Menanti Pemimpin Sejati Lahir dari Pemilu 2024, Jangan Sampai seperti di 'Negeri Wakanda'

Ilustrasi. Menanti pemimpin sejati yang lahir dari Pemilu 2024.
Ilustrasi. Menanti pemimpin sejati yang lahir dari Pemilu 2024. /Pixabay/Klimkin

PIKIRAN RAKYAT “Guru! Aku berhasil mendengarkan suara-suara indah yang ada di hutan belantara. Setiap pagi, aku mendengar suara beragam nyanyian burung dan suara dedaunan tertebak angin. Aku pun mendengar ramainya suara goyangan rumput yang disapa angin sepoi-sepoi, dan indahnya suara embun pagi yang berjatuhan di antara dedaunan.”

Demikian kata salah seorang murid di padepokan calon pemimpin. Ia mendapat tugas akhir dari gurunya untuk menyepi di hutan belantara dan mendengarkan suara-suara yang jarang didengar orang-orang pada umumnya.

“Bagus, Nak! Kamu sudah berusaha mendengarkan suara-suara indah yang ada di alam. Tapi itu semua hanyalah suara-suara biasa. Semua orang pun mampu mendengarnya. Sebagai calon pemimpin, sejatinya kamu harus mampu mendengarkan suara-suara yang jarang terdengar orang-orang pada umumnya," kata Sang Guru.

Kemudian ia berkata, “Kamu belum lulus. Kamu harus kembali menyepi di hutan belantara. Kamu jangan pulang ke padepokan sebelum kamu mampu mendengarkan suara-suara istimewa yang kebanyakan orang tak mampu menangkap suaranya!”

Singkat cerita, Sang Murid kembali menyepi di hutan belantara. Sekian lama ia berlatih keras memfokuskan hati, pikiran, dan pendengarannya agar mampu mendengarkan suara-suara istimewa yang diperintahkan gurunya. Latihan keras yang dilakoninya mulai membuahkan hasil. Ia mampu mendengarkan suara-suara tersebut. Setelah sekian lama menyepi, ia pun bergegas kembali ke padepokan.

“Guru! Aku sudah mampu mendengar suara-suara istimewa, suara-suara yang tak terdengar oleh orang-orang awam. Aku mendengar suara kuncup bunga dan pucuk dedaunan yang mulai mengembang, serta nyanyian rumput menyambut embun pagi. Akupun mendengar suara alam bernyanyi menyambut datangnya kecerahan pagi hari yang dihiasi hangatnya sinar mentari.” 

Gurunya merasa bangga. “Bagus, Nak! Kamu telah berhasil mendengarkan suara-suara yang jarang didengar kebanyakan orang. Kelak, engkau layak menjadi seorang pemimpin. Ingat nak! Orang yang layak menjadi pemimpin adalah mereka yang mampu mendengar suara-suara yang tak terdengar. Suara-suara tersebut adalah suara hati nurani rakyat, suara kesah dan penderitaan rakyat, mampu menyimak kata-kata yang tak terucap, rasa-rasa yang tak diunjukkan, dan tangisan hati yang tak pernah terungkap di wajah.”

Tapa di mandala, tapa di nagara

Pemimpin sejati merupakan petapa yang berjiwa masagi. Karuhun orang Sunda menafsirkan 'tapa' sebagai aktivitas berkarya. Dalam khazanah filosofi kehidupan orang Sunda, pemimpin yang berjiwa masagi adalah sosok pemimpin yang mampu ngadumaniskeun dua jenis tapa yakni tapa di mandala dan tapa di nagara.

Tapa di mandala merupakan aktivitas taqarrub kepada Sang Pencipta manusia dan alam raya. Sedangkan tapa di nagara merupakan aktivitas keduniawian sebagai upaya penunaikan terhadap tugas yang diberikan Sang Pencipta kepada manusia yakni menjadi khalifah dan memakmurkan bumi ini.

Dalam setiap derap langkah kehidupan, baik dalam ranah sosial, ekonomi, budaya, maupun politik, sejatinya kita mampu menjadikan tapa di mandala sebagai ruh utama tapa di nagara.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat