kievskiy.org

Krisis Sawah Menghantui Indonesia 2045, Mau Makan Apa 319 Juta Jiwa?

Petani berjalan di tengah sawah dengan latar belakang Masjid Raya Al Jabbar di Gedebage, Kota Bandung, 16 Maret 2022.
Petani berjalan di tengah sawah dengan latar belakang Masjid Raya Al Jabbar di Gedebage, Kota Bandung, 16 Maret 2022. /Pikiran Rakyat/Yusuf Wijanarko

PIKIRAN RAKYAT - Konversi lahan pertanian menjadi ancaman serius yang terus berlangsung. Rata-rata konversi lahan sawah menjadi nonsawah mencapai 100.000 hektare per tahun. Di sisi lain, kemampuan mencetak sawah hanya sekira 60.000 hektare setahun, itupun dengan kemampuan produksi yang jauh berbeda.

Rata-rata kemampuan produksi lahan sawah baru di bawah 3 ton per hektare tiap tahunnya, sedangkan lahan sawah yang terkonversi rata-rata 5-8 ton per hektare tiap tahunnya.

Dengan kondisi ini, pada tahun 2045, luas lahan sawah di Indonesia diprediksi akan berkurang menjadi 5,1 juta hektare. Dengan luasan sawah seperti itu, bagaimanakah nasib penduduk Indonesia yang diproyeksi akan mencapai 319 juta jiwa? Apakah dengan luas lahan sawah yang berkurang, kita masih tetap mampu menggalakkan kemandirian pangan? Kapan konversi lahan sawah ini dapat dihentikan?.

Konversi lahan pertanian, khususnya lahan sawah produktif, masih menjadi permasalahan di negeri ini. Dalam konteks meredam laju konversi lahan sawah, Undang-Undang (UU) No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) diharapkan mampu menjawab keresahan maraknya konversi lahan sawah.

Sayangnya, tidak semua provinsi mampu menetapkan LP2B dalam peraturan daerah berbentuk rencana tata ruang wilayah (RTRW). Hingga 2019, belum ada separuh dari total kabupaten/kota di Indonesia yang sudah menetapkan LP2B dalam Perda RTRW.

Terlepas dari kemampuan pemerintah daerah untuk menetapkan LP2B, upaya perlindungan lahan sawah seharusnya tidak terhenti pada penetapan peraturan perundang-undangan, akan tetapi komitmen dan ketegasan peran pemerintah di lapangan juga perlu menjadi perhatian besar.

Contohnya, tidak jarang lahan LP2B justru menjadi sengketa ketika ada proyek strategis nasional lain semisal infrastruktur strategis nasional. Akibatnya, penetapan LP2B menjadi sia-sia, walaupun terdapat kompensasi untuk realokasi lahan pertanian penggantinya.

Di sisi lain, pemerintah daerah juga dituntut untuk berlomba mendapatkan pendapatan daerah yang makin besar. Oleh karenya, tidak jarang pemerintah daerah mengorientasikan lahan terhadap sektor industri dan lainnya yang lebih padat investasi dan mampu menyerap tenaga kerja yang sangat besar.

Hal ini marak terjadi sehingga lahan pertanian jelas tersisih. Terlebih, gelombang investasi terbuka sangat besar pada pemerintahan saat ini.

Gelombang invetasi ini jelas mengubah supra dan infrastruktur di daerah. Banyak daerah yang akhirnya harus merelakan lahan sawahnya untuk investasi pada sektor yang mampu mendongkrak perekonomian nasional dan daerah.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat