PIKIRAN RAKYAT - Jika mayoritas penduduk negeri ini beragama lslam, maka mereka wajib berpuasa. Konon, pada bulan Ramadan, setan-setan dibelenggu. Namun, bisa jadi godaan setan tidak ada apa-apanya dibandingkan syahwat serakah kerap muncul pada diri manusia.
Belum lama ini, kita melihat bagaimana Pemilu 2024 berlangsung dengan berbagai dinamika di dalamnya. Mereka yang bertugas menghitung suara tentu harus amanah, tanggung jawab, serta mampu meminimalisasi kekeliruan dan menjauhi praktik curang. Semua nilai-nilai baik itu bisa diwujudkan jika mereka benar-benar beriman kepada Allah SWT.
Hanya saja, dalam keadaan tersudut, tingkat keimanan seseorang bisa pudar sehingga meninggalkan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Apalagi jika desakan kebutuhan materiel mengharuskan diabaikannya nilai-nilai keimanan.
Pantas jika Dananjaya (1986) memandang nilai dengan kebutuhan senantiasa berseberangan. Mungkin tidak berlaku bagi semua orang, mengingat ada juga yang memiliki kebutuhan untuk mengawal nilai agar tidak dinodai oleh syahwat serakah.
Kebutuhan rentan dengan godaan setan
Sistem rekapitulasi suara yang digunakan dalam Pemilu 2024 adalah Sirekap. Meski banyak yang mengkritik sistem itu belum memadai dan rentan kecurangan, tetapi jika yang mengoperasikannya orang beriman, maka kecurangan bisa dihindari. Namun, ketika yang mengoperasikan sistem itu orang yang rentan tergoda syahwat serakah, maka kecurangan menjadi sangat rentan.
Dalam konteks di atas, para pihak yang ingin memenangkan persaingan secara culas akan 'bergentayangan'. Jika keculasan merupakan sifat setan, mungkin saja jiwa sataniahnya menyusup ke dalam raga yang terlibat dalam pesta demokrasi negeri.
Apabila sudah demikian, pertarungan akan terjadi antara pihak yang imannya kuat untuk mengawal nilai, dengan pihak yang imannya lemah, yang mengutamakan kebutuhan di atas segalanya.
Apabila hal seperti itu menguasai diri para penyelenggara Pemilu 2024, dikhawatirkan akan melahirkan banyaknya voice seperti yang Hirschman (1970) tuliskan. Ketika voice ditanggapi tidak bijaksana dan jujur, maka exit dari para penjaga nilai akan terjadi dalam bentuk kumakarep alias apatis.