kievskiy.org

Makan Siang Gratis Program 'Absurd': yang Kaya Makin Kaya, yang Miskin Cuma Kenyang Perut

Ilustrasi makan siang gratis.
Ilustrasi makan siang gratis. /Pixabay/congerdesign

PIKIRAN RAKYAT - Dalam kacamata 'kebijakan publik', makan siang gratis sifatnya sangat supplemental, bukan fundamental. Memang akan berkorelasi dengan kecukupan gizi anak-anak, sehingga mereka bisa belajar dengan fokus dan serius. Namun, ini tidak akan merubah struktur ekonomi politik nasional karena tidak akan mengurangi ketimpangan dan juga tidak akan mendorong terjadinya keadilan ekonomi.

Secara kategoris, kebijakan makan siang gratis masuk ke dalam kategori kebijakan sosial. Sementara itu, kebijakan sosial dan belanja sosial sering diistilahkan oleh para ekonom dengan sebutan kebijakan "robin hood". Mengapa demikian? Karena sumber pembiayaannya diambil dari pengenaan pajak yang lebih tinggi untuk kelas atas.

Pertama, anggarannya bisa bersumber dari kenaikan pajak pendapatan orang kaya, pajak pendapatan perusahaan (corporate income tax), pajak barang mewah, pajak warisan dengan jumlah tertentu, dan lainnya.

Kedua, bersumber dari pajak dosa (sin taxes), seperti kenaikan cukai rokok, pajak minuman keras, pajak hiburan malam, pajak kerusakan lingkungan, dan lainya. Lalu, ketiga, bisa juga bersumber dari pengalihan subsidi energi, yang sebelumnya harus didukung oleh bukti faktual bahwa telah terjadi praktek subsidi energi yang tidak tepat sasaran. Misalnya, subsidi energi lebih banyak dinikmati oleh kelas menengah ke atas ketimbang oleh masyarakat miskin.

Subsidi energi

Selanjutnya, jika memang ingin meluruskan praktek subsidi energi, perlu dilakukan antisipasi dari kenaikan harga energi dengan kebijakan-kebijakan penguatan daya beli masyarakat di satu sisi (social protection policy) dan kebijakan penerapan subsidi energi secara tertarget yang dilakukan dengan ketat dan matang. Karena sebagaimana diketahui bersama bahwa kebijakan subsidi energi seringkali diposisikan sebagai kebijakan "prize stabilisation" oleh banyak negara alias bukan sebagai kebijakan pemberian subsidi. Alhasil, penghapusan subsidi menjadi opsi kebijakan yang sulit karena berpotensi menciptakan multiplier effects ke berbagai sektor.

Alternatif yang juga perlu dipertimbangkan adalah pengurangan subsidi secara gradual dengan nominal yang kecil. Misalnya pemerintah bisa menaikan harga BBM varian Pertalite dua kali dalam setahun, tapi kenaikannya hanya sekira Rp500 per liter. Sehingga dalam setahun akan ada kenaikan harga BBM sebanyak dua kali, tapi nominalnya secara kumulatif hanya Rp1000.

Dengan begitu, masyarakat tidak terlalu mengalami goncangan dan "shock therapy" yang besar, karena efeknya ke harga-harga juga tak terlalu besar. Jika pemerintah bisa melakukannya secara baik, maka dalam dua tahun, subsidi BBM varian Pertalite akan terhapus sebesar Rp2000. Serta tak lupa, pengurangan subsidi harus dilakukan di saat angka inflasi rendah alias bukan sembarangan.

Akan tetapi, kembali harus diingat bahwa jenis kebijakan sosial yang semestinya dibiayai dengan cara ini bukanlah berbentuk makan siang gratis. Kebijakan makan siang gratis yang sumbernya digeser-geser dari sumber pembiayaan sosial lainya tidak akan berdampak secara struktural, tidak transformative, dan kurang sustainable (sekali kebijakannya berhenti, segala manfaatnya terhenti).

Gini ratio di Indonesia

Ilustrasi kemiskinan.
Ilustrasi kemiskinan.

Tingkat ketimpangan akan tetap tinggi atau bahkan bertambah tinggi, seperti yang terjadi hari ini yang mana gini ratio Indonesia sudah berada di angka 0,388, naik dibanding tahun lalu yang sebesar 0,381. Yang kaya akan semakin kaya, sementara yang miskin dan rentan miskin hanya mendapat makan siang gratis. Tentu sangat tidak adil.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat