PIKIRAN RAKYAT - Pilpres 2024 meninggalkan banyak polemik yang belum pernah dialami sebelumnya. Itulah yang sedang diperdebatkan para pihak pemohon, termohon, dan terkait di hadapan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan segala bekal argumentasi hukum, bukti, saksi, dan ahli masing-masing. Banyak pihak mencermati prosesnya dan menanti hasilnya dengan harap-harap cemas.
Dalam salah satu sesi awal sidang di MK, Mahfud MD sebagai pemohon sempat mengingatkan bahwa MK di Austria, Ukraina, Bolivia, Kenya, Malawi dan Thailand, pernah membatalkan hasil pemilu sesudah memastikan secara yuridis dan konstitusional telah terjadi kecurangan dalam proses pemilu mereka. Apakah hal yang sama akan terjadi untuk pilpres di Indonesia?
Sebelumnya, dalam kasus pemilu kepala daerah, MK pernah membatalkan kemenangan Soekarwo atas Khofifah Indar Parawansa di Pilkada Jawa Timur. MK juga pernah mendiskualifikasi pemenang Pilkada Bengkulu Selatan dan Kota Waringin Barat.
Pembatalan
Dalam fatsun normatif politik, peluang pembatalan hasil pilpres dimungkinkan jika terjadi sejumlah kondisi yang exstraordinary (luar biasa). Berikut hal-hal yang termasuk ke dalam kondisi tersebut.
- Indikasi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif
- Perbedaan signifikan antara DPT dan rekapitulasi perolehan suara, cacat prosedural yang serius
- Ditemukan kekerasan, intimidasi, atau pemaksaan yang menyudutkan pemilih tidak bebas menentukan pilihannya
- Pelanggaran peraturan atau ketentuan konstitusional tentang pemilu yang berintegritas
- Kegagalan sistemik dalam penyelenggaraan pemilu
- Adanya laporan pengamat independen internasional tentang penyimpangan yang mempengaruhi proses dan hasil pemil
- Ketidakpercayaan publik terhadap pemenuhan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Terkait dugaan pelanggaran Pilpres 2024, seorang ahli yang dihadirkan pihak pemohon menyoroti empat hal penting:
- Jenis pelanggaran yang diatur dalam UU Pemilu
- Kewenangan MK memeriksa jenis pelanggaran di luar yang diatur UU Pemilu
- KPU sebagai penyelenggara pemilu melakukan pelanggaran dalam tindak lanjut keputusan MK
- Serta kewenangan MK mendiskualifikasi peserta pilpres.
UU Pemilu dan Pilkada hanya mengatur dua hal saja perihal pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) yaitu money politik dan pelanggaran administratif. Namun, dalam fakta persidangan sebelumnya tentang PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum) kepala daerah, MK pernah memutus jenis pelanggaran di luar yang diatur undang-undang:
- Manipulasi syarat pencalonan
- Politik uang
- Politisasi birokrasi
- Kelalaian petugas
- Manipulasi suara
- Ancaman/intimidasi
- Netralitas penyelenggara pemilihan.
Demikian juga dalam PHPU Pilpres tahun 2019. MK pernah memeriksa pelanggaran TSM di luar yang diatur undang-undang: