/photo/2024/01/14/1170561929.jpg)
PIKIRAN RAKYAT - Salah satu tradisi setiap Lebaran adalah gelombang pengunjung yang membanjiri berbagai tempat wisata. Pada Lebaran 2024, ada fenomena menarik, jumlah orang yang berwisata ke Majalengka naik 3 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut Penjabat Bupati Majalengka Dedi Supandi, pada Lebaran 2023, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Majalengka adalah 63.825 orang, sedangkan pada 2024 jumlahnya 148.795 orang.
Tentu ada berbagai faktor yang menyebabkan mengapa banyak orang liburan ke Majalengka. Hal itu selayaknya menjadi bahan evaluasi, bukan sebatas untuk pemerintah daerah di Majalengka, melainkan juga bagi berbagai wilayah lainnya. Pasalnya, Jawa Barat memiliki sejumlah potensi wisata yang belum dikembangkan secara optimal.
Selama ini, objek wisata yang menjadi tujuan pengunjung baru sebatas Lembang di Kabupaten Bandung Barat, Ciwidey di Kabupaten Bandung, dan Pantai Pangandaran. Sementara potensi wisata di Sukabumi, Cianjur, Garut, dan Tasikmalaya belum mendapat perhatian yang serius. Padahal, alam di pesisir selatan Jawa Barat tersebut menawarkan keindahan yang luar biasa.
Majalengka mampu optimalkan potensi wisata
Pengembangan potensi wisata di Jawa Barat sebaiknya dilakukan dengan sungguh-sungguh. Keberhasilan Majalengka mengembangkan potensi wisata, menunjukkan bahwa wilayah yang sebelumnya tidak masuk dalam peta wisata pun mampu melakukan inovasi yang menarik.
Kemampuan mengembangkan inovasi menjadi sesuatu yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan potensi wisata. Bahkan wilayah yang sulit dijangkau sekalipun jika memiliki keunikan, setelah dilakukan berbagai inovasi, akan mampu mengundang wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Bagi wisatawan, jarak yang jauh serta ongkos yang tinggi tidak menjadi persoalan asal kepuasannya terpenuhi.
Bagi Jawa Barat, mengembangkan potensi wisata merupakan satu tantangan yang menarik karena ujungnya akan menjadi alternatif dari pengembangan kawasan industri. Mesti kita akui, kawasan industri masih menjadi magnet yang kuat, terutama bagi pencari kerja.
Urbanisasi yang terjadi selepas Lebaran misalnya, menunjukkan bahwa masih banyak warga yang menganggap mendapatkan kerja di kawasan industri merupakan kesempatan untuk mendapatkan upah yang layak.
Kecenderungan seperti itu belum terarah ke potensi wisata, sementara tenaga kerja di Jawa Barat jumlahnya terus meningkat. Sangat tidak mungkin kalau hanya mengandalkan tersedianya lapangan kerja di kawasan industri.