kievskiy.org

Proyeksi Poros Koalisi Pilgub Jabar 2024, Empat Partai Terkuat Beradu Figur

Ilustrasi Pilkada 2024
Ilustrasi Pilkada 2024 /Pikiran Rakyat/Waitmonk

PIKIRAN RAKYAT - Seusai Pemilu Serentak 2024, warga Jabar dihadapkan dengan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2024. Kontestasi Pilgub dipastikan hanya diikuti pasangan calon (paslon) yang diusung oleh partai-partai, sementara hasil rekapitulasi suara Pemilihan Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat tahun 2024 menunjukkan tidak ada satu pun partai yang memenuhi persyaratan ambang batas pengusungan paslon yaitu penguasaan minimum 24 kursi (20 persen) di DPRD Provinsi Jabar. Bagaimana proyeksi awal poros koalisi dalam Pilgub Jabar 2024?

Kalkulasi secara matematis terhadap pemenuhan persyaratan ambang batas pengusungan memunculkan potensi terbentuknya empat poros koalisi dalam Pilgub Jabar. Dalam opsi ini, empat partai dengan perolehan kursi terbanyak di DPRD Provinsi Jabar, yaitu Gerindra yang memiliki 20 kursi, PKS dan Golkar yang memiliki 19 kursi, dan PDIP yang memiliki 17 kursi, masing-masing berpeluang membangun koalisi dengan partai-partai menengah. Namun demikian, sejarah Pilkada menunjukkan bahwa pembentukan poros koalisi tidak hanya ditentukan oleh variabel pemenuhan ambang batas pengusungan.

Selain variabel pemenuhan ambang batas, variabel penting lain dalam pembentukan koalisi adalah figur paslon yang diusung oleh koalisi. Keberadaan figur menjadi variabel signifikan karena perilaku memilih warga sering kali ditentukan oleh keberadaan kandidat yang mengikuti pemilihan dibandingkan dengan partai-partai pengusung. Pengalaman dalam berbagai Pilkada menunjukkan bahwa koalisi partai-partai dalam jumlah besar namun lemah dalam sisi figur tidak menjadi pemenang, sebaliknya koalisi partai-partai yang berjumlah kecil namun memiliki kekuatan figur justru memenangkan Pilkada.

Mengacu pada temuan beberapa lembaga survei, terdapat dua figur kuat yang mendapat dukungan relatif signifikan dari warga dan selalu berada pada peringkat teratas dalam survei menjelang Pilgub Jabar 2024, yaitu Gubernur Petahana Ridwan Kamil yang merupakan kader Golkar dan politisi Gerindra Dedi Mulyadi. Gerindra dan Golkar berpotensi bergabung membentuk poros koalisi terutama apabila wacana koalisi permanen yang linear dengan koalisi pada saat Pilpres 2024 dapat direalisasikan. Koalisi tersebut apabila dapat diwujudkan sejatinya mempunyai modal politik yang sangat besar. Kombinasi antarkekuatan figur, mesin partai, ditambah dengan asosiasi dengan Prabowo Subianto yang mendapatkan dukungan signifikan dalam Pilpres 2024 di Jawa Barat potensial memberikan insentif elektoral bagi koalisi tersebut.

Apabila koalisi Gerindra dan Golkar terbentuk, partai-partai yang menjadi anggota koalisi pendukung pemerintah di level pusat yaitu Demokrat, PAN, dan PSI berpeluang untuk bergabung dalam koalisi ini. Komposisi koalisi seperti ini membuka terjadinya pertarungan head to head dalam Pilgub ketika partai-partai di luar koalisi pendukung pemerintah - yaitu PKS, PDIP, PKB, NasDem, dan PPP - melakukan konsolidasi untuk berhadapan dengan koalisi pengusung petahana. Namun tidak tertutup sebagian partai-partai tersebut bergabung dalam koalisi pendukung petahana atau terpecah menjadi dua poros koalisi.

Kendati demikian koalisi Gerindra dan Golkar bukan hal yang mudah untuk diwujudkan. Dalam posisi sebagai petahana, Ridwan Kamil hanya bisa maju sebagai calon gubernur. Di sisi lain, Gerindra merupakan pemenang dalam pemilihan anggota DPRD Provinsi Jabar. Selain itu, Prabowo sebagai Presiden terpilih yang mendapatkan dukungan mayoritas dari warga Jawa Barat merupakan Ketua Umum Partai Gerindra. Selanjutnya, tidak mudah memadukan dua figur dengan karakter kuat – Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi – dalam satu perahu. Koalisi ini dapat terbentuk apabila terdapat kesepakatan di antara elite-elite strategis partai di tingkat pusat yang dipatuhi oleh kader-kader lokal atau terjadi pergeseran komposisi paslon, misalnya Ridwan Kamil dipasangkan dengan kader Gerindra selain Dedi Mulyadi atau Ridwan Kamil didorong untuk menduduki jabatan publik di wilayah lain sehingga Dedi Mulyadi maju sebagai cagub dipasangkan dengan cawagub dari Golkar.

Apabila koalisi Gerindra–Golkar tidak terealisasi, maka kedua partai akan membentuk poros koalisi masing-masing. Kedua partai tersebut dapat membuka opsi koalisi dengan PDIP yang memiliki figur seperti Ono Surono, Demokrat yang memiliki figur seperti Dede Yusuf, NasDem yang memiliki figur seperti Saan Mustopa atau PAN yang memiliki figur seperti Bima Arya.

Opsi tersebut juga membuka peluang munculnya variabel penting lain dalam pembentukan koalisi, yaitu peran penting dari partai-partai Islam dalam pembentukan koalisi. Sebagaimana kelaziman pengalaman Pilkada, opsi menyeimbangkan dan memperluas dukungan dari segmen pemilih seringkali dilakukan dengan membangun koalisi silang antara partai-partai nasionalis dan partai-partai Islam. Terlebih, beberapa wilayah di Jawa Barat memiliki karakter pemilih muslim yang cukup kuat.

Variabel penting terakhir dalam opsi pembentukan koalisi dalam Pilgub Jabar adalah kekuatan mesin partai. Dalam opsi ini, PKS merupakan partai yang perlu diperhitungkan untuk membangun koalisi alternatif di luar koalisi yang mengandalkan figur populer seperti Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi. PKS merupakan partai Islam yang relatif mampu bersaing dengan partai-partai nasionalis di Jabar, dan sejak Pileg 2004 menjadi partai Islam yang meraih dukungan terbesar di Jabar, mengungguli PKB, PPP, dan PAN. PKS juga memiliki rekam jejak keberhasilan untuk memenangkan Pilgub tahun 2008 dan 2013. Walaupun PKS tidak berhasil memenangkan Pilgub 2018, efektivitas kinerja pemenangan melalui mesin partai menunjukkan bahwa partai tersebut berpeluang membentuk koalisi alternatif yang tidak semata-mata mengedepankan variabel figur. (Firman Manan - Dosen FISIP Unpad)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat