PIKIRAN RAKYAT - Alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia memang cukup tangguh dibandingkan negara tetangga. Namun, dari segi kemampuan menangkal ancaman, Indonesia perlu upaya keras untuk mencapai kekuatan maksimum.
Apalagi dengan tantangan anggaran alutsista yang minim, di mana Indonesia, seperti negara lainnya juga, menghadapi dilema antara harus mengutamakan pembangunan kesejahteraan atau menjaga kemampuan pertahanan supaya kedaulatan tidak terganggu.
Belanja Kemeterian Pertahanan termasuk belanja penyelenggara terbesar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Pada tahun ini, otoritas pertahanan mendapatkan alokasi pagu belanja sebesar Rp 136,99 triliun.
Namun, tidak semua dana tersebut untuk Alutsista. Kementerian Pertahanan hanya mengalokasikan pengadaan alutsista sebesar Rp 9,3 triliun dab berencana melakukan modernisasi serta pemeliharaan dan perawatan alutsista untuk TNI AD sebesar Rp 2,65 triliun, TNI AL Rp 3,75 triliun, dan TNI AU Rp 1,19 triliun.
Walaupun anggarannya termasuk besar, dilihat lebih jauh total belanja militer pemerintah hanya 0,7% dari produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut jauh lebih rendah dari negara tetangga.
Singapura misalnya, hanya memiliki penduduk 5,9 juta jiwa, namun memiliki 72.500 personel militer aktif, 312.500 personel cadangan, dan anggaran militer US$ 11.200 juta atau Rp 162,7 triliun.
Pemerhati Militer dari Institute for Security and Strategi Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan dibutuhkan solusi atas hal ini.
“Maka kemudian Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menegaskan bahwa pihaknya terus berupaya mencari solusi atas persoalan anggaran dan bagaimana menjawab kebutuhan modernisasi dan peremajaan alutsista itu dengan cepat,” katanya.