kievskiy.org

Peradilan Militer Didesak Proses Hukum Anggota TNI Pelaku Kekerasan Warga Papua Penyandang Disabilitas

Ilustrasi sidang, palu, hukum.
Ilustrasi sidang, palu, hukum. /Pixabay/Succo

PIKIRAN RAKYAT - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan berbagai LBH lainnya mendesak peradilan militer agar memproses perkara oknum anggota TNI yang melakukan kekerasan kepada warga sipil Papua penyandang disabilitas ‎di Merauke, Papua. 

‎Seperti diketahui dan diberitakan media massa, ada tindakan kekerasan yang dilakukan oleh dua anggota TNI AU di Merauke terhadap seorang bernama Steven Yadohamang yang juga merupakan penyandang disabilitas pada Senin‎ 26 Juli 2021. 

Tindakan kekerasan dan tidak manusiawi itu mengiringi rangkaian kekerasan yang terus terjadi dan dilakukan oleh aparat TNI/POLRI di Papua/Papua Barat. 

YLBHI dan berbagai LBH menilai‎ kasus kekerasan oleh beberapa orang TNI di Merauke menunjukkan sejumlah hal penting.‎ Peristiwa itu menunjukkan adanya rasisme yang telah lama menimpa orang Papua. 

Baca Juga: Limbah Medis Covid-19 Meningkat Drastis, Jokowi Minta Segera Dihancurkan

Meskipun gerak-gerak korban kekerasan dalam video cukup jelas menunjukkan ia terindikasi orang dengan kondisi khusus/disabilitas tetapi kekerasan tetap menimpanya.  Rasisme tersebut banyak terjadi dalam wujud kekerasan oleh aparat, bahkan juga dalam penegakan hukum. 

"Kita dapat mengetahui adanya rasisme dari perbandingan; tindakan yang serupa oleh Orang Papua atau di Papua cenderung mendapat perlakuan yang lebih keras misalnya demonstrasi yang di daerah lain hanya dibubarkan atau mendapat kekerasan, jika terjadi di Papua dikriminalkan sebagai makar. Bahkan untuk aksi damai," ucap Muhamad Isnur, dari YLBHI dalam‎ keterangan tertulis bersama itu, Rabu 28 Juli 2021.

Kekerasan-kekerasan dengan rasisme di Papua terus terjadi karena tidak adanya penegakan hukum yang memadai. Khususnya kasus kekerasan yang dilakukan militer. Peradilan Militer saat ini, dengan kompetensi absolut mengadili TNI meskipun melakukan tindak pidana umum, menjadi sarana impunitas, ataupun sanksinya sangat kecil. 

Baca Juga: Di Depan Verrel Bramasta, Natasha Wilona Bocorkan Hubungannya dengan Pebulu Tangkis

Adanya perwira penyerah perkara, oditur militer, hakim militer dan pengaturan pengadilan yang tertutup beberapa hal yang mengganggu imparsialitas dan independensi peradilan militer.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat