kievskiy.org

Polemik Wacana Amandemen UUD 1945, Pakar Khawatir Akan Membuka ‘Kotak Pandora’

Suasana Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 29 September 2020.
Suasana Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 29 September 2020. /ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

PIKIRAN RAKYAT - Pakar politik dan Pemilu Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai, tidak terlihat adanya urgensi dan substansi terhadap wacana Amandemen UUD 1945, terutama di tengah kondisi pandemi seperti saat ini. 

Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) ini juga berpendapat, amandemen berpeluang membuka ‘kotak pandora’ berupa pembahasan hal-hal lain karena setiap pasal yang saling terkait.

"Kalau saya melihatnya lebih ke apa hal substansif yang ingin diamandemen. Harusnya Ketua MPR lebih terbuka tentang ini. Benar ini adalah ranah MPR, kita semua paham, tapi tidak adanya transparansi membuat publik jadi meraba-meraba, ada (kepentingan) apa sebenarnya," ucap Ferry kepada Pikiran Rakyat, Kamis, 19 Agustus 2021.

Disebutkan Ferry, amandemen bisa berimplikasi terhadap hal-hal lain yang seharusnya sudah ajeg dan menjadi dasar negara. Bukan tak mungkin, praktik transaksional yang bermuara pada political interest bisa menghiasi pembahasan amandemen.

Baca Juga: Ratusan Pejabat di Sumedang Dirotasi dan Dimutasi

Hal yang menjadi kekhawatiran lain adalah tidak ada jaminan bahwa amandemen hanya akan membahas mengenai hal pokok tertentu untuk kepentingan ketatanegaraan, tanpa melebar ke hal-hal lain. 

Bukan tak mungkin, pembahasan bisa mengarah kepada sinyalemen presiden tiga periode, masa jabatan DPR RI yang diperpanjang, perluasan kekuasaan MPR RI, hingga hal-hal lain yang berlawanan dengan arah reformasi demokrasi yang telah diperjuangkan.

Dibandingkan harus melakukan langkah "berbahaya" seperti mengamandemen UUD 1945, Ferry berpendapat bahwa kajian terhadap Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) bisa dilakukan lewat penguatan visi Indonesia ke depan, untuk 20 hingga puluhan tahun ke depan. Hal itu bisa dirumuskan di dalam ketentuan berupa turunan konstitusi.

Baca Juga: Stasiun Bumi Bakal Dibangun di Cikarang, Dani Ramdan: Jembatan Komunikasi Sabang-Merauke

Di ranah legeslatif, bisa berupa Undang-undang. Sedangkan di ranah pemerintah, ada Bapenas yang bisa merancang mekanisme visi secara lebih detail. Dengan demikian, presiden dan wakil presiden yang terpilih nantinya harus diselaraskan dengan visi kenegaraan tersebut secara lebih luas.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat