kievskiy.org

Pakar Hukum Sarankan DPR RI Terus Lanjutkan Pembahasan Omnibus Law

Aktivis yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) melakukan aksi damai #GejayanMemanggilMenolak Omnibuslaw di Gejayan, Sleman, D.I Yogyakarta, Senin (9/3/2020). Dalam aksi yang diikuti ribuan mahasiswa serta masyarakat dari berbagai elemen itu mereka menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai merugikan masyarakat. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/foc.
Aktivis yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) melakukan aksi damai #GejayanMemanggilMenolak Omnibuslaw di Gejayan, Sleman, D.I Yogyakarta, Senin (9/3/2020). Dalam aksi yang diikuti ribuan mahasiswa serta masyarakat dari berbagai elemen itu mereka menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang dinilai merugikan masyarakat. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/foc. /Andreas Fitri Atmoko Antara Foto

PIKIRAN RAKYAT - Dukungan pada DPR RI untuk kembali membahas Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja kembali mencuat. RUU tersebut menjadi solusi untuk perbaikan regulasi perizinan usaha di Indonesia, terlebih usai pandemi nanti banyak orang yang membutuhkan kepastian hukum berusaha di Indonesia.

Pakar hukum Universitas Indonesia Dr Teddy Anggoro menyarankan sebaiknya DPR RI melanjutkan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja penting untuk dibahas segera sebagai upaya pemulihan pasca Covid-19.

“Saya pribadi sebenarnya tidak setuju kalau DPR disuruh berhenti membahas. Saya bilang, saya ini bayar pajak, jujur saja saya sempat sesak karena saya harus membayar Rp 20 juta sekian. Dan saya tidak ikhlas kalau misalnya uang pajak saya tidak dimanfaatkan dengan baik karena saya mulai berpikir bagaimana pasca covid. Apa yang harus kita lakukan,"ucap Teddy dalam diskusi virtual bertema “Menyederhanakan Hambatan Regulasi di Indonesia", Jumat 15 Mei 2020 kemarin.

Baca Juga: Update Virus Corona di Jawa Barat 16 Mei 2020, 259 Orang Telah Berhasil Sembuh

"Terus dengan regulasi yang sekarang ada itu jelas tidak sanggup. Jadi jangan dibiarkan DPR itu dikasih tugas hanya mengawasi dana covid jangan. Kalau saya pikir dia harus kerja,” ujar Teddy melanjutkan.

Dosen Fakultas Hukum UI ini menjelaskan Omnibus Law sebagai suatu cara atau metode pembentukan produk hukum bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Sebelumnya penerapan metode Omnibus Law sudah pernah dilakukan dalam pembentukan suatu regulasi.

Misalnya, UU no. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah yang sifatnya mencabut UU No. 5/1962 tentang perusahaan daerah, mencabut Pasal 157, Pasal 158 ayat 2-9 dan Pasal 159 UU No. 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, mencabut pasal 1 angka 4, pasar 314-412, pasa; 418-421 UU No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD.

Baca Juga: Toyota : Mobil 7 Seater Masih jadi Pilihan Masyarakat Indonesia

"Selain itu juga UU Ketenagakerjaan No.13/2003 yang sekarang diribut-ributin itu juga mencabut beberapa regulasi sebelumnya seperti UU No.28 tahun 2000,” ucap Teddy.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat