kievskiy.org

Kontribusi Sektor Pertanian Makin Turun, Mayoritas Petani Lansia

Petani menggarap sawah di lahan milik pengusaha tekstil di Desa Cikasungka, Cikancung, Kabupaten Bandung, Rabu, 30 Januari 2019. Lahan per­tanian yang sangat subur di Jawa Barat terus menyusut. Salah satu penyebab terus berkurangnya sumber daya pertanian adalah berkembangnya sektor industri dan jasa.*/ADE MAMAD/PR
Petani menggarap sawah di lahan milik pengusaha tekstil di Desa Cikasungka, Cikancung, Kabupaten Bandung, Rabu, 30 Januari 2019. Lahan per­tanian yang sangat subur di Jawa Barat terus menyusut. Salah satu penyebab terus berkurangnya sumber daya pertanian adalah berkembangnya sektor industri dan jasa.*/ADE MAMAD/PR /ADE MAMAD/"PR"

PIKIRAN RAKYAT - Pasca Covid-19 ini Indonesia  perlu membalik arus sejarah bangsa akan pertanian dan pangan, sehingga Indonesia menjadi mandiri pangan. Sungguh miris karena menurun drastisnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB dari 22,09% menjadi 13% pada 30 tahun terakhir (1990-2018).

"Bahkan pekerja sektor pertanian tercatat 35,7 juta orang (28,79% penduduk) yang rata-rata  masuk usia tua, sedangkan kelompok usia muda 19-39 tahun hanya 10% yang terjun ke pertanian," kata anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin, dalam pernyataannya, Senin 8 Juni 2020.

Kondisi ini tak bisa dibiarkan, karena 10 tahun ke depan, ancaman krisis pangan menjadi peringatan keras. "Negara kita memiliki semua potensi yang jarang dimiliki oleh negara lain di dunia. Posisi geografis dan sumber daya alam yang dimiliki mestinya menjadi daya tawar posisi tinggi di mata dunia. Ini bagaimana pemimpin negara kita mampu menjalankan. Saya sangat yakin bangsa kita ini cerdas-cerdas, tapi yang sangat disayangkan adalah persoalan moralnya", ungkap Akmal.

Baca Juga: Beredar Kabar Angkutan Umum Sudah Bisa Beroperasi di Pangandaran, Dishub Beri Penjelasan

Politisi PKS ini menyarankan kepada pemerintah dan seluruh stakeholder yang akan membahas RUU Cipta kerja, untuk memutlakkan kemandirian pangan. "Lemahnya produktivitas mesti diperhatikan dengan tidak menghamburkan APBN yang tidak jelas hasilnya, seperti BLT yang tidak berdasar data," katanya.

Strategi menciptakan permintaan pasar dengan meningkatkan daya beli, ternyata di lapangan tidak sejalan dengan faktor ketersediaan oleh produsen pertanian. "Ini menjadi alasan yang ibarat lingkaran setan untuk mengambil langkah Impor yang menjatuhkan neraca perdagangan kita, terutama produk pangan," ujarnya.

Baca Juga: PSBM Dilanjutkan, Ridwan Berharap Tak Ada Gelombang Kedua Covid-19

Satu hal lagi adalah, lanjut Akmal, persoalan logistik pangan. "Indonesia mesti mampu memperkuat logistik nasional akan pangan, sehingga RUU Cipta Kerja mesti mendukung penguatan logistik dan distribusinya. Selama ini salah satu alasan impor pangan karena biaya pengadaan dari luar negeri ke Jabotabek sebagai konsumer daging terbesar lebih murah dibandingkan dari dalam negeri seperti dari Indonesia Timur," katanya.

Menurut Akmal ada tiga pilar keamanan pangan dan harus dipastikan stabil yang didukung oleh regulasi yang tepat. "Pilar ini adalah ketersediaan pangan, akses pangan (kemampuan daya beli), dan pemanfaatan pangan," katanya. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat