PIKIRAN RAKYAT - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhamad Isnur menyatakan, pernyataan pemerintah yang merespons penolakan pengesahan Rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP) dengan meminta masyarakat menempuh gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) menggambarkan arogansi, keangkuhan, dan watak otoritarian pemerintah.
Pasalnya, pemerintah memiliki tanggung jawab, kewajiban konstitusional untuk merumuskan secara baik dan melibatkan publik secara meaningful participation.
"Tetapi justru mereka (pemerintah) tidak melakukannya. Dan malah kemudian ini seolah seperti menantang rakyat untuk menguji ke MK," kata Isnur.
Baca Juga: Yasonna Laoly Tegaskan RKUHP Akan Efektif 3 Tahun Lagi, Sebut Masih Cukup Waktu untuk Didebat
Padahal, MK dinilai lemah. Isnur juga mencontohkan, Aswanto hakim di MK yang berani melakukan pencabutan UU Omnibus Law (inkonstitusional bersyarat) diganti oleh DPR.
Pun demikian, ada pula hakim MK yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan Presiden Jokowi. Terdapat juga hakim yang sudah dua kali diputus melanggar etik.
"Kami tidak melihat MK sebagai sebuah alternatif mekanisme pengujian yang layak, karena MK sudah sedemikian rupa dilemahkan," tuturnya.
Baca Juga: Yasonna Laoly Sebut RKUHP Disusun sejak 59 Tahun Lalu: Dari Zaman Soeharto sampai Jokowi
Meskipun menuai penolakan, RKUHP disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa, 6 Desember 2022.
Sikap pemerintah yang mempersilakan masyarakat yang menolak pengesahan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dinilai bentuk arogansi.